Ahad 19 Jan 2020 20:30 WIB

Banjir di Jabodetabek harus Ditangani secara Terintegrasi

Penanganan banjir harus terintegrasi.

Rep: Amri Amrullah./ Red: Muhammad Hafil
Banjir di Jabodetabek harus Ditangani secara Terintegrasi. Foto: Ilustrasi pascabanjir di Jakarta
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Banjir di Jabodetabek harus Ditangani secara Terintegrasi. Foto: Ilustrasi pascabanjir di Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Banjir yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya memerlukan solusi yang terintegrasi. Pasalnya, banjir di Jakarta dapat dipicu oleh tiga hal yakni, meningkatnya debit air dari hulu, hujan lokal, serta rob yang terjadi di wilayah hilir.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mengatakan, penanganan persoalan banjir di Jakarta dan sekitarnya perlu solusi secara komprehensif dan terintegrasi. Menurutnya ini kerja semua pemerintah di kawasan Jabodetabek, jadi tidak bisa hanya dilimpahkan kepada pemerintah Jakarta semata.

Baca Juga

"Kita perlu duduk bersama dan bersinergi. Pemerintah daerah di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dengan Kementerian PUPR dan Pemprov DKI Jakarta harus melakukan langkah bersama. Setelah ini kita juga akan undang pakar," ujar Taufik, Sabtu (18/1) malam.

Hal ini disampaikan Taufik saat diskusi yang mengangkat tema "Banjir dan Manajemen Bencana", yang diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Korps Alumni Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi DKI Jakarta. Diskusi terbuka tersebut digelar di Gedung KNPI DKI Jakarta, Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (18/1) malam.

Taufik menyoroti, salah satu yang perlu segera dituntaskan adalah upaya menambah kapasitas di Kali Adem, termasuk dengan melakukan pengerukan sedimen lumpur. Sebab, Kali Adem menjadi hilir Kali Ciliwung setelah melalui Pintu Air Manggarai dan Kanal Banjir Barat.

"Kalau di hilir bagus, maka air juga akan cepat mengalir ke laut. Sebanyak 13 sungai di Jakarta ini kewenangannya ada di Kementerian PUPR," terang Taufik yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua DPD Korps Alumni KNPI DKI Jakarta.

Menurutnya selama penanganan banjir di Jabodetabek tidak terintegrasi, makan akan sangat sulit banjir ditangani. Terutama apabila persoalan banjir hanya dilimpahkan ke Pemerintah Daerah DKI Jakarta semata.

Semenatara itu, Pengamat Perkotaan, Yayat Supriyatna menuturkan, banjir yang terjadi di Jakarta pada awal tahun memang faktor utamanya disebabkan oleh curah hujan ekstrem yang mencapai 377 milimeter/hari. Curah hujan tersebut sangat tinggi dan jarang terjadi, bahkan disebut intensitas hujan 1.000 tahunan.

"Saat ini memang saatnya seluruh pemangku kepentingan melakukan evaluasi. Kita persiapkan lagi dengan baik saluran mikro dan makro, memperbanyak lubang biopori dan sumur resapan," ungkapnya.

Selain itu, sambung Yayat, perlu 'early warning system' yang lebih baik lagi dibandingkan saat banjir terjadi awal Januari 2020.

"BMKG kan sudah bisa memprediksi, biasanya puncak musim hujan terjadi awal tahun hingga Maret. Saya usul itu dijadikan Bulan Gerakan Siaga Bencana agar semua lebih waspada," katanya.

Perwakilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Yusmada Faizal menyebut, pada 1 Januari 2020 tinggi muka air (TMA) di Pintu Air Manggarai pada pukul 00.00 WIB masih 625 sentimeter.

Kemudian, terang dia, hanya dalam waktu lima jam meningkat menjadi 925 sentimeter. "Ini pertama terjadi sejak 30 tahun saya bertugas di Pemprov DKI," tuturnya.

Meski demikian, menurut Yusmada, penanganan banjir yang dilakukan jauh lebih baik dari sebelumnya. Banjir juga tidak sampai menggenangi kawasan Bundaran HI dan Istana. melalui infrastruktur yang ada saat ini, penanganan manajemen bencana banjir jauh lebih baik, air cepat surut dan jumlah pengungsi tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya dengan indikator curah hujan ekstrem.

"Kami juga melakukan penanganan banjir dan rehabilitasi pascabanjir dengan komprehensif. Sekarang menjadi fokus kita untuk melakukan evaluasi dan perbaikan, salah satunya kita akan meremajakan pompa-pompa air," katanya..

Dalam acara diskusi tersebut hadir pula berbagai tokoh dan mantan aktivis KNPI, di antaranya anggota DPRD periode 2014-2019, Bestari Barus; serta sejumlah aktivis seperti, Amir Hamzah, Rico Sinaga, Ivan Parapat, dan Mohammad Syaiful Jihad.

Hadir pula Direktur Sungai dan Pantai, Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Jarot Widyoko. Kemudian, Anggota Komisi V DPR RI, Ahmad Riza Patria, Kepala Bappeda Kota Bogor Naufal Isnaeni, serta perwakilan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dan Tangerang Selatan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement