Kamis 16 Jan 2020 17:19 WIB

Pakar: Ada Kesalahan Strategi Pariwisata

Strategi pengembangan pariwisata nasional dinilai perlu dibenahi.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nora Azizah
Strategi pengembangan pariwisata nasional dinilai perlu dibenahi pemerintah untuk bisa mendatangkan wisatawan yang lebih berkualitas (Ilustrasi Pameran Pariwisata)
Foto: Wikipedia
Strategi pengembangan pariwisata nasional dinilai perlu dibenahi pemerintah untuk bisa mendatangkan wisatawan yang lebih berkualitas (Ilustrasi Pameran Pariwisata)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Strategi pengembangan pariwisata nasional dinilai perlu dibenahi pemerintah untuk bisa mendatangkan wisatawan yang lebih berkualitas. Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, menuturkan banyak kekurangan kebijakan pariwisata yang terjadi dalam lima tahun terakhir.

Agus mengatakan, kebijakan besar berupa pembebasan visa kunjungan non resiprokal kepada 169 negara sangat merugikan negara. Sebab, wisatawan dari negara-negara tersebut mendapatkan bebas visa di Indonesia, sementara wisatawan dari Indonesia yang mengunjungi 169 negara itu tidak mendapat bebas visa.

Baca Juga

"Ini tidak pas juga tidak akan ada dampaknya buat kita. Kebijakan ini harus direvisi," kata Agus di Jakarta, Kamis (16/1).

Disamping kebijakan bebas visa yang justru merugikan Indonesia, Agus menuturkan bahwa meningkatknya kunjungan wisman ke Tanah Air tidak diimbangi dengan ketersediaan sumber daya manusia yang mumpuni. Termasuk sumber daya manusia di 10 destinasi unggulan maupun lima destinasi super prioritas.

Kekurangan kebijakan itu pun diperparah dengan kurangnya motivasi dan pelibatan pemerintah daerah yang menjadi pemimpin di setiap destinasi wisata. "Tidak melibatkan pemerintah daerah secara optimal. Koordinasi antar kementerian lembaga minimalis. Kemenparekraf asyik sendiri dengan tupoksinya sehingga program tidak terkontrol dan berantakan," ujarnya.

Terakhir, Agus pun menyoroti strategi promosi pariwisata dalam lima tahun terakhir yang menelan anggaran besar. Sementara, dampak terhadap kedatangan wisatawan tetap rendah. Anggaran dihabiskan untuk promosi, tapi pembangunan di setiap destinasi tidak digenjot secara masif.

Dirinya pun membandingkan Vietnam yang saat ini bisa mendatangkan 20 juta wisatawan mancanegara, padahal strategi promosi yang digunakan menggunakan anggaran yang tidak besar dan cukup sederhana. "Vietnam hari ini 20 juta kunjungan, dia tanpa ada promosi seperti Wonderful Indonesia. Dia promosi dengan pamflet dan lewat media sosial dengan biaya yang murah," katanya.

Sebelumnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyatakan, angka target moderat untuk kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) sepanjang tahun ini sebanyak 17 juta orang. Pemerintah pada tahun ini lebih mengutamakan kualitas wisman dari lama tinggal ketimbang jumlah kunjungan.

Asisten Deputi Investasi Pariwisata, Kemenparekraf, Hengky Manurung menuturkan, perubahan fokus dari kualitas ke kuantitas sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. "Kita tidak bicara lagi jumlah kunjungan 20 juta, 100 juta, tapi yang kita kejar adalah lama tinggalnya wisatawan," kata Hengky di Jakarta, Kamis (16/1).

Menurut proyeksi Kemenpar total kunjungan wisman pada tahun 2019 diperkirakan maksimal 16,5 juta, atau naik sekitar 3,1 persen dari total kunjungan 2018 sebanyak 15,8 juta. Karena itu, jika angka kunjungan 17 juta tercapai, setidaknya tetap meningkat dari capaian 2019.

Adapun, Hengku menyebut rata-rata lama tinggal wisman di Indonesia sekitar tiga hari dua malam. "Ke depannya kita ingin bisa 10 hari tinggal, devisa yang diperoleh sekitar 1.500 - 2.000 dolar AS. Memang susah tapi itu harus kita lakukan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement