REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VII DPR RI akan segera memanggil Direktur Jenderal Minyak dan Gas dan Pertamina terkait rencana pencabutan subsidi elpiji 3 kilogram (kg) atau yang dikenal dengan gas melon. DPR ingin meminta penjelasan resmi soal wacana tersebut.
"Saya baru membacanya lewat keterangan media yang disampaikan oleh Dirjen Migas. Tentunya kita akan panggil Dirjen Migas dan Pertamina untuk minta penjelasan," kata Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar Maman Abdurrahman, saat dikonfirmasi Republika, Kamis (16/1).
Adapun, anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika meminta pemerintah tidak gegabah dalam mencabut subsidi elpiji 3 kg. Menurut dia, wacana kebijakan tersebut perlu dikaji ulang.
Kebijakan mengalihkan subsidi elpiji 3 kg secara langsung kepada masyarakat miskin, menurut Kardaya, tetap berisiko tidak tepat sasaran. Kardaya pun meminta pemerintah lebih berhati-hati dalam merancang kebijakan.
"Jadi jangan sampai (kebijakan) menimbulkan gejolak. Kalau menimbulkan gejolak, biayanya akan lebih besar dari hasil yang didapatkan," ujar Kardaya.
Pemerintah berencana menerapkan subsidi elpiji tiga kilogram secara tertutup pada pertengahan 2020. Subsidi tabung elpiji 3 kg dicabut dan akan diberikan dengan mekanisme berbeda.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial mengungkapkan ada alasan tersendiri mengapa hal tersebut dilakukan. "Ya, kita sedang membangun sistem. Apakkah mereka (Dirjen Migas Kementerian ESDM) mau melakukan bertahap," kata Ego di Gedung SKK Migas, Rabu (15/1).
Dirjen Migas Kementrian ESDM Djoko Siswanto memeriksa SPBU Modular saat meninjau sejumlah Sarana Fasilitas Pengisian BBM Tol Trans Jawa di Rest Area Semarang-Solo KM 487, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (22/5/2019).
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan penerapan subsidi elpiji 3 kg secara tertutup menjadi salah satu tantangan pada 2020. Secara prinsip, kata Djoko, sektor terkait saat ini sudah setuju penerapan subsidi LPG tiga kilogram dilakukan secara tertutup.
"elpiji 3 kg secara tertutup hanya untuk masyarakat yang berhak, persiapan subsidi langsung pada masyarakat," ujar Djoko.
Untuk itu, Djoko memastikan subsidi akan diberikan dengan sistem yang berbeda. Dengan begitu, harga gas elpiji 3 kg dijual dengan harga pasaran sama seperti perkilogram ukuran gas lain.
"Itu (harga jual sama dengan harga pasar) termasuk salah satunya. Sama dengan yang 12 kg (perkilonya)," kata Djoko.
Djoko menegaskan nantinya masyarakat yang golongan mampu dapat memilih sendiri kebutuhan gasnya karena harganya akan sama. Terlebih di pasaran, ukuran gas bermacam-macam mulai dari 3 kg, 5 kg, 8 kg, dan 12 kg.
"Ngapain bolah-balik, mending 12 kg. Kalau sekarang rumah tangga yang pakai 12 kg (orang mampu) beli juga 3 kg (padahal untuk orang miskin)," ungkap Djoko.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah mengulas (review) kebijakan subsidi untuk gas 3 kg, bukan mencabutnya. Peruntukkan gas 3 kg selama ini tidak tepat sasaran.
"Kebijakan subsidi gas elpiji 3 kg saya kira harus di-review," ujar Ketua YLKI Tulus Abadi dalam pesan tertulis, Rabu (15/1).
Tulus berujar, kebijakan memberikan subsidi pada gas 3 kg diperuntukkan bagi keluarga tidak mampu. Kebijakan ini pun, ungkapnya sudah berjalan sejak 2004 atau sudah 15 tahun sejak kebijakan gas bersubsidi dibuat.
"Karena sudah berjalan sejak 2004, sudah lebih dari 15 tahun perlu dilakukan review, untuk memastikan bahwa subsidi harus tepat sasaran," terangnya.
Artinya, kata Tulus, gas elpiji bersubsidi tetap ada. Hanya peruntukkannya harus lebih mengena pada sasaran, yakni masyarakat tidak mampu. Karena faktanya selama ini, subsidi gas elpiji 3 kg tidak tepat sasaran.
"Jadi subsidi tetap harus ada untuk keluarga miskin, tapi harus tepat sasaran. Sebab faktanya subsidi gas elpiji 3 kg sudah tidak tepat sasaran," kata dia.
"Subsidi energi adalah hak rumah tangga miskin, sebagaimana diatur di undang-undang tentang energi," sambungnya.
Uji coba kartu subsidi elpiji