REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan pantauan udara di lokasi banjir bandang dan longsor di Kabupaten Lebak, pada Selasa (14/1). Hasil pantauan udara ditemukan alih fungsi lahan yang diduga menjadi penyebab banjir dan longsor parah di lebak.
"Maraknya alih fungsi lahan menjadi jenis tanaman musiman menyebabkan wilayah tersebut kehilangan kekuatan dan pengendali vegetasi alami, sehingga tak heran apabila akhirnya ada enam kecamatan yang terdampak mulai Kecamatan Sajira, Cipanas, Lebakgedong, Curugbitung, Maja dan Cimarga," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan, Agus Wibowo dalam siaran pers, Rabu (15/1).
Dalam pantauan udara tersebut kata Agus, BNPB mendapati wilayah kerusakan hutan dan lereng bukit yang semakin parah. Selain itu, BNPB juga menemukan lokasi tambang emas ilegal di hulu Sungai Ciberang, Gunung Julang yang masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Lebakgedong.
"Di sepanjang bantaran sungai dan lembah ditemukan kondisi permukiman penduduk yang semakin padat, sehingga hal tersebut sekaligus menyebabkan wilayah kerentanan terhadap bencana semakin tinggi," ucapnya.
Menurut catatan BNPB ada 30 desa di 46 titik lokasi banjir dan longsor. Sebanyak 2.162 rumah mengalami kerusakan mulai dari kriteria rusak berat, sedang, hingga ringan, kemudian ada 24 jembatan putus, satu kantor kecamatan rusak dan tiga kantor desa rusak.
Banjir bandang tersebut juga menyebabkan sembilan orang meninggal dunia dan dua masih dinyatakan hilang. Kemudian sebanyak 1.392 KK yang terdiri dari 5.106 jiwa mengungsi.
Dampak banjir bandang juga terlihat hingga Waduk Karian. Dalam pantauan BNPB, terdapat banyak material kayu yang terbawa arus banjir dari banyaknya kerusakan hutan.