Rabu 15 Jan 2020 22:16 WIB

Wahyu Setiawan Sebut Tiga Utusan PDIP Makelar PAW

Wahyu Setiawan hari ini menjalani sidang pelanggaran kode etik di DKPP.

Rep: Mimi Kartika, Antara/ Red: Andri Saubani
Komisioner KPU Wahyu Setiawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Komisioner KPU Wahyu Setiawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan menyebut istilah makelar dalam persidangan dugaan pelanggaran kode etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Gedung KPK, Rabu (15/1). Ia mengatakan, makelar ditujukan terhadap perilaku tiga utusan PDI Perjuangan (PDIP) yang meminta pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR kepada caleg PDIP, Harun Masiku.

"Yang saya maksud makelar ya tiga orang yang menemui saya, karena saya menyampaikan ini prinsipnya tidak bisa. Tapi ada orang-orang yang memperjuangkan itu dengan berbagai cara. Itulah makna makelar yang saya sampaikan," ujar Wahyu dalam persidangan, Rabu.

Baca Juga

Ketiga orang yang dimaksud adalah mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, Saeful, dan advokat Doni Tri Istiqomah. Mereka merupakan utusan PDI Perjuangan yang menemui Wahyu meminta memuluskan PAW Riezky Aprilia untuk Harun Masiku sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024.

Wahyu mengaku telah menyampaikan kepada Ketua KPU RI Arief Budiman dan Komisioner KPU Evi Novida Manik selaku Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik terkait praktik makelar itu. Ia meminta KPU segera mengeluarkan surat penolakan permintaan PDI Perjuangan.

Bahkan, Wahyu meminta Arief Budiman menghubungi Harun Masiku bahwa permintaan PDI-P tidak bisa dikaksanakan karena bertentangan dengan undang-undang. Termasuk untuk menyampaikan jika ada makelar.

"Ketua kalau ketua bisa berkomunikasi dengan Harun tolong disampaikan bahwa permintaan PDI-P melalui surat tidak mungkin bisa dilaksanakan, kasihan Harun," kata Wahyu.

"Mungkin Ketua KPU sebagai pihak terkait bisa menyampaikan. Pada waktu itu saya sudah berupaya menyampaikan pada para pihak di forum-forum komisi II (DPR) misalnya. Kita yang punya kenalan sudah menyampaikan," lanjut Wahyu.

photo
Petugas Keamanan berjaga di depan Kantror DPP PDI Perjuangan Jalan Pangeran Diponegoro, Jakarta, Rabu (15/1).

Ia meminta KPU segera mengeluarkan surat penolakan sebagai alasan ketika ada pihak yang menekannya. Anggota DKPP Ida Budhiati kemudian menanyakan terkait kesediaan Wahyu menemui ketiga orang PDI Perjuangan di luar kantor.

Sebab, hal itu berpotensi melanggar kode etika penyelenggara pemilu. Wahyu mengaku dalam posisi sulit karena ketiga utusan PDI Perjuangan merupakan teman baiknya.

Wahyu mengaku tak memberitahukan pertemuannya dengan orang-orang PDI Perjuangan kepada anggota KPU lainnya di luar kantor. Akan tetapi, ia mengatakan telah menginformasikan kepada Evi dan Arief terkait hasil pertemuannya.

"Pada waktu akan bertemu saya tidak sampaikan tapi hasil pertemuan saya menyampaikan. Intinya ada situasi trtnti surat mohon dikeluarkan. Tapi pada saat mau bertemu saya tidak menyampaikan," kata Wahyu.

Saat ini, KPK masih menangani kasus dugaan suap PAW anggota DPR oleh PDI Perjuangan. Selain keempat tersangka, KPK juga menetapkan Harun Masiku sebagai tersangka.

KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total sebesar Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.

Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto, sebelumnya menegaskan, bahwa partainya tidak mengenal negosiasi dalam proses PAW. Alasannya, menurut Hasto, PAW memiliki aturan yang baku.

"Hukum untuk PAW itu sifatnya rigid, sifatnya sangat jelas dan diatur berdasarkan ketentuan suara," kata Hasto Kristiyanto di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat pada Jumat (10/1).

Hasto mengatakan, PDIP pernah memiliki pengalaman ketika ada seorang tokoh partai yang meninggal ketika Pemilu. Dia mengatakan, saat itu partai juga menerapkan proses PAW berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.

"Karena apa pun tanpa legalitas dan konstruksi hukum yang sangat kuat PAW tersebut tidak bisa dilakukan," katanya.

Dia mengungkapkan, KPU telah mengeluarkan surat bahwa apa yang diputuskan dan diusulkan PDIP tidak diterima oleh penyelenggara pemilu. Sehingga, sambung dia, tidak ada gunanya melakukan upaya negosiasi terkait hal tersebut.

Tim Hukum DPP PDI Perjuangan meluruskan informasi yang beredar terkait dugaan suap menyangkut Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan caleg PDIP Harun Masiku yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Koordinator Tim Pengacara DPP PDIP, Teguh Samudra di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Rabu, menegaskan, PDIP tak pernah mengajukan PAW terhadap Riezka Aprilia dengan calon Harun Masiku.

"Yang benar adalah pengajuan penetapan calon terpilih setelah wafatnya caleg atas nama Nazaruddin Kiemas," kata Teguh.

Menurut dia, persoalan penetapan calon terpilih berdasarkan Permohonan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung RI yang biasa dilakukan oleh partai politik merupakan persoalan sederhana.

"Yakni sebagai bagian dari kedaulatan Parpol, yang pengaturannya telah diatur secara tegas dan rigid dalam peraturan perundang-undangan," kata Teguh Samudera, dalam konferensi persnya

photo
Kasus Komisioner KPU

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement