REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai di DKI Jakarta bagus dari sisi lingkungan. Hanya saja, Pemerintah Daerah (Pemda) DKI harus memfasilitasi konsumen agar mendapatkan wadah saat berbelanja.
"Apa yang disebut ramah lingkungan? Jangan sampai mengatakan "ramah lingkungan" ternyata tidak memenuhi standar ramah lingkungan, jadi harus dijelaskan yang disebut kantong plastik ramah lingkungan itu harus ada standar jelas," ujar Ketua harian YLKI Tulus Abadi di Jakarta, pada Selasa, (14/1).
Tulus tidak memungkiri, kontribusi kantong plastik terhadap total sampah di Jakarta sangat signifikan. Sebab, dari 7.500 jumlah sampah di Jakarta per hari, sekitar 14 persennya merupakan kantong plastik.
Mengurangi sampah, menurut Tulus, memang tidak cukup hanya dengan sosialisasi. Solusi juga diperlukan untuk mencari pengganti kantong plastik sebagai wadah belanjaan konsumen.
"Kalau sosialisasi ya harusnya ketika sudah dilarang artinya tinggal kepatuhan di lapangan seperti apa. Ketika sudah dilarang solusi di luar plastik harus apa? Apakah konsumen diwajibkan membawa kantong sendiri atau ada kantong kantong yang lainnya dibuat atau disediakan oleh pedagang," kata dia.
Di luar negeri, menurut Tulus, larangan penggunaan plastik sekali pakai memang sudah diterapkan. Di Italia, contohnya, pasar tradisionalnya pun sudah menggunakan kantong plastik yang sangat sangat ramah lingkungan.
Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan telah diterbitkan. Aturan ini sudah diberlakukan sejak 31 Desember 2019 setelah diundangkan oleh Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, namun baru mulai berlaku efektif pada Juli 2020 mendatang atau enam bulan setelah peraturan disahkan.
"Kalau memang sudah ditetapkan ya diberlakukan tapi solusi ini yang saya kira harus dikawal. Sebenarnya tanpa itu, kalau pemerintah konsisten menerapkan plastik ber-SNI (Standar Nasional) sudah cukup," kata Tulus.