Senin 13 Jan 2020 16:55 WIB

Peretas Situs Pengadilan Jakpus Lulusan Sekolah Dasar

Motif pelaku meretas situs hanya untuk menunjukkan aktualisasi diri.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Teguh Firmansyah
Upaya peretasan (Ilustrasi)
Foto: VOA
Upaya peretasan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap dua peretas situs Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keduanya berinisial CA (24) dan AY (22).  Motif keduanya melakukan peretasan tersebut karena ingin menunjukan aktualisasi diri dan kebanggaan diri.

“Unit II Subdit I Direktorat Tindak Pidana Siber pada Januari 2020 berhasil mengungkap kasus tindak pidana hacking/defacing situs http://sipp.pn-jakartapusat.go.id/," ujar  Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes (Pol) Asep Adi Saputra saat konferensi pers di Gedung Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (13/1).

Baca Juga

Peretasan ini, kata ia, diduga dilakukan oleh pelaku CA dan AY. Mereka hanya lulusan SD dan SMP. Motif dari mereka melakukan tersebut karena ingin menunjukan aktualisasi diri.

Asep melanjutkan pelaku CA merupakan pendiri komunitas Typical Idiot Security yang diketahui telah berhasil melakukan defacing terhadap sekitar 3.896 situs yang berasal dari luar dan dalam negeri seperti situs milik pemerintah, perusahaan, dan pribadi.

Lalu, pelaku AY diketahui berhasil melakukan defacing/hacking terhadap 352 situs di dalam maupun luar negeri. Kedua pelaku CA dan AY belajar melakukan deface/hacking secara otodidak.

Selama melakukan aksinya, mereka menyewa apartemen dan pindah dari gedung menara apartemen yang satu ke gedung menara apartemen yang lain.

Selain melakukan deface/hacking situs, kedua pelaku diduga ada terlibat dalam sindikat kejahatan siber di bidang kartu kredit. Biaya untuk menyewa apartemen dan untuk kehidupan sehari hari selama tinggal di apartemen diduga berasal dari aktivitas (carding) tersebut.

“Mereka bisa menetap di apartemen selama sebulan dan berpindah pindah karena adanya carding tersebut,” kata dia.

Sementara itu, Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Reinhard Hutagaol menjelaskan CA melakukan peretasan terhadap situs pn-jakartapusat.go.id. CA menggunakan laptop Asus milik pelaku AY dan jaringan wifi setempat untuk melakukan aksinya tersebut di kamar 19K Tower Chrysant Apartemen Green Pramuka yang disewa bersama dengan pelaku AY.

“Pelaku CA mengunggah file php script yang berfungsi sebagai backdoor ke salah satu direktori situs pn-jakartapusat.go.id. Kemudian, memberikan akses backdoor kepada pelaku AY,” kata dia.

Pelaku AY lalu mengunggah file index.html yang mengubah tampilan muka situs pn-jakartapusat.go.id menjadi berbeda dengan tampilan yang diketahui umum. Gambarnya jadi terdakwa PN Jakpus STM namanya Lutfi.

Lalu, setelah berhasil mengubah tampilan situs. AY kemudian memberikan uang Rp 400 ribu kepada pelaku CA setelah aksi deface dilakukan.

Setelah waktu sewa kamar di Tower Chrysant Green Pramuka berakhir, pelaku AY pindah ke Tower Pino yang juga masih berada di Apartemen Green Pramuka.

Pada  Rabu, 8 Januari 2020 pelaku CA ditangkap oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber di Jl Al Ikhlas Raya RT 3 RW 8 nomor 18, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pukul 20.00 WIB.

Pada saat ditangkap, tersangka CA diamankan bersama dengan tiga saksi lain yang juga merupakan pegiat komunitas siber di bidang penetration testing dari kelompok yang dikenal sebagai 0 byte atau zerobyte.

Sedangkan AY ditangkap pada 9 Januari 2020  di depan Alfamart Apartemen Green Pramuka Tower Pino. Pelaku AY diamankan bersama dengan dua orang saksi lain di kamar 25/NN Tower Pino Apartemen Green Pramuka.

Dari penangkapan tersebut, kepolisian menyita laptop, ponsel, satu bundel log server situs PN Jakarta Pusat. Kedua pelaku tersebut dikenakan Pasal 46 ayat (1), (2), dan (3), Jo Pasal 30 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat (1), (2), dan Pasal 49 Jo Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement