REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG—Polemik pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di perairan Natuna menjadi momentum untuk ‘mengingatkan’ Pemerintah terkait dengan program- program strategis yang belum terwujud di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) tersebut.
Program strategis yang dimaksud, sebelumnya pernah dirancang dalam rangka menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan melindungi kekayaan laut bangsa Indonesia.
Anggota DPR RI dari Fraksi PKB, Marwan Jafar, mengatakan sangat mendukung sikap tegas Presiden Joko Widodo dalam konteks pelanggaran kapal-kapal nelayan China secara ilegal di perairan Natuna tersebut.
Sejak pengujung tahun lalu, Pemerintah RI telah menyatakan protes kepada Pemerintah China atas klaim historis China terkait ZEEI dengan alasan para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud.
Klaim China itu tidak memiliki dasar hukum dan tidak diakui oleh Hukum Internasional. Selain itu, argumen Cina itu telah dibahas dan dimentahkan oleh keputusan Southern Chinese Sea (SCS) Tribunal 2016.
“Indonesia juga menolak istilah ‘relevant waters’ yang diklaim China, karena istilah ini tidak dikenal dan tidak sesuai dengan United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Hukum Laut 1982,” kata dia, kepada Republika,co.id, Jumat (10/1).
Secara khusus, Marwan juga melihat masalah pelanggaran oleh nelayan China di perairan Natuna berpotensi berdampak pada kehidupan para nelayan Indonesia serta warga masyarakat yang berada di kawasan kepulauan tersebut.
Sebab pada pemerintahan kabinet yang lalu, melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, pernah digulirkan program transmigrasi ke Natuna yang sebagian terdiri dari para nelayan Pantura Pulau Jawa.
Sebab, selain potensi perikanan di perairan Natuna yang masih cukup besar, keberadaan para nelayan transmigran dapat berkontribusi menjaga atau merawat eksistensi kedaulatan perairan NKRI.
“Waktu itu, bahkan sudah akan didirikan sekolah kejuruan atau sekolah vokasi perikanan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan para nelayan transmigran dalam mengolah hasil perikanan di sana (red; Natuna),” tambahnya.
Oleh karena itu, dia menyarankan Pemerintah Kabinet Indonesia Maju sekarang sebaiknya terus membantu kebutuhan warga masyarakat Natuna, termasuk para transmigran dengan penyediaan fasilitas yang layak dan memadai.
Seperti lahan, rumah, fasilitasi untuk bekerja, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan bantuan kapal untuk nelayan, di samping masalah penguatan pengamanan secara militer.
Dia juga mengingatkan, penempatan warga masyarakat baru melalui transmigrasi dan pengalihan sebagian nelayan dari Pulau Jawa maupun daerah lainnya selayaknya juga didorong oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Termasuk dalam hal kesejahteraaannnya, supaya mereka tidak tertarik untuk kembali ke daerah asalnya. Apalagi, saat itu sudah ada nota kesepahaman atau MOU dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengenai peta solusi buat permasalahan di Natuna tersebut.
“Bahkan juga sempat diwacanakan ke publik dan sudah direncanakan dengan baik,” kata mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tersebut.