REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tidak ingin terus terjebak dalam perdebatan soal penanganan antisipasi banjir di Jakarta. Karena itu, pemprov dan Kementerian PUPR sepakat saling bantu soal upaya normalisasi dan naturalisasi Kali Ciliwung dan Cisadane di Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan, pemprov akan memberi dukungan semua program yang dimiliki pemerintah pusat. Karena, kata dia, pemprov juga bagian dari pemerintah, tapi mengurusi wilayah DKI, sedangkan pemerintah pusat mengurusi secara nasional.
Anies menegaskan, pemprov juga akan berkomunikasi secara intensif dengan pemerintah pusat. Pada Rabu (8/1), ia mengatakan, pihaknya sudah ada pertemuan dengan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC).
"Saya juga dengan Pak Basuki, semua program akan kita saling dukung, dan beliau juga sampaikan, mana yang naturalisasi kita bantu. Mana yang normalisasi kita bantu," kata Anies kepada wartawan di Balai Kota, Kamis (9/1).
Persoalan beda nama antara normalisasi dan naturalisasi, menurut Anies, tidak perlu diperdebatkan dan dibesar-besarkan di tengah kondisi penanganan banjir saat ini. Karena sejatinya, kata dia, dua hal itu sama. Anies mengakui, tidak ingin persoalan ini menjadi kompleks karena ada kosakata yang berbeda. "Kita kolaboratif kok," ujar dia.
Ia mengatakan, program normalisasi dan naturalisasi tersebut tidak sepenuhnya di tangan Pemprov DKI karena ada beberapa lahan yang harus dibebaskan yang butuh keterlibatan pemerintah pusat dan Kementerian PUPR. Karena transaksi ganti rugi lahan, bukan hanya menggunakan APBD, melainkan juga APBN.
Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, tidak ada lagi perbedaan pandangan antara dirinya dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal istilah normalisasi dan naturalisasi dalam rangka pembenahan sungai di Jakarta. Basuki mengaku, sudah bertemu dan menyamakan pendapat soal program pengantisipasi banjir di Jakarta ke depan.
"Tidak ada bedanya antara naturalisasi dan normalisasi. Kenapa? Karena semuanya butuh pelebaran sungai. Itu intinya. Ini yang disampaikan dalam rapat," kata Basuki di Istana Presiden, Rabu (8/1).
Basuki menekankan, perbedaan istilah tersebut hanya soal terminologi, tapi intinya tetap sama, yaitu pelebaran area sungai. Ke depan, kata dia, normalisasi dan naturalisasi sungai tidak hanya dilakukan di Kali Ciliwung, tapi juga 13 sungai besar yang ada di Jakarta, seperti Pesanggrahan, Sunter, Angke, dan Mookevart.
Soal pengerjaan normalisasi dan naturalisasi tersebut, kata Basuki, menjadi tanggung jawab bersama antara pusat dan Pemprov DKI Jakarta. "Yang penting, jangan ada yang tidak ditangani dan jangan ada yang ditangani dobel. Kami komunikasi terus. Agar ada kesepakatan tanggung jawab antara pemprov," ujar dia.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Juaini Yusuf mengatakan, warga tidak perlu memperdebatkan normalisasi atau naturalisasi yang akan diterapkan di DKI Jakarta karena keduanya memiliki tujuan yang sama.
"Sama saja sebenarnya normalisasi, naturalisasi itu sama saja. Bedanya bahasa doang, tujuannya kan ngelebarin," kata Juaini.
Juaini menyebutkan, Pemprov DKI Jakarta akan melanjutkan normalisasi atau yang dalam program Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan disebut sebagai naturalisasi pada 2020. “Akan dilanjutkan tahun 2020," kata Juaini.
Dalam proses pekerjaannya, sungai akan diperdalam dengan kedalaman 20 hingga 30 meter. "Untuk lebih banyak menampung debit air. Namanya sungai dulu-dulu kan 20 sampai 30 meter, sekarang paling tinggi 10 sampai 15 meter daya tampung jadi kurang. Makanya, itu perlunya dinormalisasi naturalisasi," ujar dia.
Lama Surut
Sementara itu, Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Barat Purwanti Suryandari menjelaskan, letak kawasan Semanan yang lebih rendah menjadi penyebab banjir di lokasi tersebut surut paling lama.
"Karena di sana bentuknya mangkuk. Kan di kanan kirinya ada apartemen, terus juga ada Rusun Pesakih. Di belakangnya ada rel kereta. Jadi air enggak bisa keluar," kata Purwanti, Kamis (9/1).
Purwanti juga menyebut, banyaknya rawa dan empang di wilayah Semanan membuat air menjadi tertahan dan lebih lama surut. Oleh karena itu, pihaknya mengerahkan 10 pompa bantuan dari Dinas SDA dan tiga pompa mobile untuk mempercepat banjir surut.
"Rawa-rawa juga yang kita sedot, empang juga kita sedot, dibuangnya tetap di kali," kata Purwanti.