Kamis 09 Jan 2020 17:29 WIB

Berjibaku Menuju Kampung Terisolasi di Lebak

Kampung yang kini terisolir di Lebak sebelumnya tidak pernah dilanda banjir bandang.

Jembatan gantung yang menuju Kampung Susukan dan Bolang Desa Bungurmekar, Lebak, Banten, terputus akibat banjir bandang 1 Januari lalu. Hingga Kamis (9/1) ini jembatan masih belum mendapat perbaikan.
Foto: Republika/Umar Mukhtar
Jembatan gantung yang menuju Kampung Susukan dan Bolang Desa Bungurmekar, Lebak, Banten, terputus akibat banjir bandang 1 Januari lalu. Hingga Kamis (9/1) ini jembatan masih belum mendapat perbaikan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Umar Mukhtar

Kampung Susukan dan Bolang Desa Bungurmekar Kecamatan Sajira hingga kini masih terisolasi akibat bencana banjir bandang yang terjadi pada 1 Januari 2020. Jembatan gantung di atas Sungai Ciberang yang mengarah ke dua kampung tersebut terputus akibat terjangan banjir bandang.

Baca Juga

Untuk menuju jembatan yang ambrol itu, harus melewati Kampung Kubang yang masih termasuk wilayah Desa Bungurmekar, Sajira. Saat melintas, kiri-kanan jalan sejauh mata memandang hanyalah pohon-pohon bambu yang melengkung sehingga membentuk lorong. Lebar jalan hanya muat untuk satu mobil. Jalan yang disemen ini licin saat dilintasi motor.

Di ujung jalan, sampailah di jembatan gantung penyeberangan Sungai Ciberang. Jembatannya sudah rusak, tampak papan-papan yang menjadi permukaan jembatan terbalik. Hanya tersisa tali bagian atas jembatan yang masih menggantung.

Masyarakat setempat untuk sementara menyeberang dengan rakit berbahan bambu bikinan warga, papan-papan yang disusun dengan drum agar mengambang, dan beberapa perahu karet bantuan relawan. Kontur tanah begitu licin sehingga harus perlahan saat turun ke titik awal penyeberangan yang berada di bawah.

Perahu karet atau rakit di Sungai Ciberang diseberangkan oleh relawan dengan berpegangan pada tali yang telah dikait di dua titik berbeda. Saat tiba di seberang, suasana tampak berbeda.

Ranting-ranting pohon berserakan. Permukaan tanah tertutupi lumpur. Siapapun yang melintas wajib berjibaku dengan lumpur ini.

Berjalan sejauh 20 meter saja, terlihat rumah-rumah yang rusak dan ada pula yang rata dengan tanah menyisakan pondasi. Betapa tidak, seorang warga menyebut tinggi terjangan banjir bandang sampai tiga meter.

Bekas lumpur di pohon kelapa pun terlihat tinggi, mata harus mendongak untuk melihatnya. Area yang semula persawahan di Kampung Susukan kini berubah total menjadi hamparan lumpur.

Republika.co.id bersama Dompet Dhuafa hendak menyusuri Kampung Susukan untuk memberi bantuan medis. Dalam perjalanan dengan berjalan kaki ini, permukiman di RT 3 hingga RT 5 RW 1 Kampung Susukan terpantau porak-poranda.

Seorang pria paruh baya tampak sedang sibuk mencari sesuatu di reruntuhan rumah. Kasur, sofa, boneka, dan bahan-bahan material kayu yang tertutupi lumpur, menjadi pemandangan yang biasa sepanjang jalan.

photo
Warga mencari sisa barang di puing reruntuhan rumahnya yang rusak terkena banjir bandang di Kampung Cinyiru, Banjar Irigasi, Lebak, Banten, Kamis (9/1/2020).

Salah seorang warga setempat di RT 5, Sunarya (45 tahun), tidak pernah menyangka kampungnya bisa terlibas banjir bandang. Sebab biasanya kalau pun hujan deras, arus sungai masih di jalurnya. "(Saya) lahir di sini, baru kali ini banjir kayak gini. Apalagi sampai putus jembatan," tutur dia, Kamis (9/1).

Putusnya jembatan, lanjut Sunarya, menyulitkan akses warga. Karena jembatan itu merupakan akses utama bagi warga Kampung Susukan dan Bolang untuk menembus ke jalan raya. Jembatan gantung itu, tuturnya, juga biasa dilintasi warga yang memakai kendaraan motor.

Untuk memudahkan akses, warga membuat rakit yang terbuat dari bambu sejak banjir bandang melanda. Rakit ini memudahkan bantuan masuk sehingga dapat diterima warga, termasuk bantuan medis Dompet Dhuafa.

Banyak warga Kampung Susukan yang antusias memeriksa kesehatan dirinya. Sebagian besar warga di semua tingkatan usia baik orang tua, anak-anak dan remaja di sana mengeluhkan gatal-gatal yang dialami sejak bencana terjadi.

"Ya, gatal-gatal yang kebanyakan mereka keluhkan. Dermatitis. Ini karena kondisi lingkungan yang belum pulih. Banyak lumpur juga. Kemudian banyak yang terkena hipertensi," tutur Koordinator Lapangan Medis Dompet Dhuafa, Muhammad Faisal.

Pengobatan dan pemeriksaan kesehatan yang diberikan Dompet Dhuafa dilakukan secara gratis. Mereka yang mengeluhkan sakit akan diberikan obat sesuai keluhan dan sakitnya.

Faisal memastikan pasokan obat masih aman untuk 200 orang. "Untuk saat ini yang masih kurang ada vitamin sirup buat anak-anak. Selebihnya Insya Allah kita masih aman," ucapnya.

Seusai menyisir Kampung Susukan Desa Bungamekar untuk memberi pelayanan medis, pada sekitar pukul 15.00 WIB tim Dompet Dhuafa harus menyeberangi Sungai Ciberang untuk kembali ke posko utama. Kali ini titik penyeberangan berada di sisi sungai yang berbeda saat tim datang. Arus sungai sore ini tergolong deras.

Titik tersebut bukanlah lokasi jembatan gantung yang terputus, melainkan area yang sengaja dibikin masyarakat sebagai alternatif penyeberangan sungai yang lain dengan menggunakan rakit. Seorang warga menjadi navigator dadakan. Dia berpegangan kuat pada seutas tali yang dibentangkan di dua sisi, untuk menjalankan rakit itu.

photo
Area terdampak banjir bandang di Kampung Susukan Desa Bungurmekar, Lebak, Banten. Semula ini adalah persawahan.

"Yook... ulah (jangan) takut..  aya (ada) ban. Pegangan aja sama ban," kata pria paruh baya yang tampak berusia 50 tahun lebih, sambil menunjuk ke ban dalam hitam bekas truk di atas rakit.

Kehidupan di Lebak memang masih jauh dari nyaman. Kemarin, salah seorang warga Lebak Banten, Ani (27 tahun) memilih untuk menetap sementara di Posko Dompet Dhuafa. Posko tersebut berlokasi di Pondok Pesantren Darul Musthofa, Kampung Hamberang, Desa Luhur Jaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak.

"Nggak mau ke rumah. Kalau ke rumah takut longsor," ujar dia.

Kemarin kondisi di daerah Kecamatan Cipanas, Lebak, terpantau hujan deras. Intensitas hujan tergolong tinggi karena hujan turun setiap hari dalam durasi yang panjang, sesekali gerimis lalu turun deras.

Rumah Ani, ibu dari dua anak ini, berada di RT 1 RW 1 Kampung Bungawari Desa Lebakgedong, Kecamatan Lebakgedong, Kabupaten Lebak, Banten. Rumahnya berada di dataran rendah di mana permukaan jalan lebih tinggi dari kediamannya, dan berada di dekat Sungai Cijaha.

"Sudah 12 tahun tinggal di rumah itu. Baru kali ini longsor. Dan baru ini juga hujan deras seperti ini," tutur dia.

Ani meninggalkan rumah pada Rabu (1/1) ketika hujan lebat yang turun sejak Selasa malam 31 Desember 2019 hingga keesokan hari. Pada sekitar pukul 09.00 pagi WIB, di tengah hujan deras, dia memutuskan untuk meninggalkan rumah karena khawatir terjadi longsor yang menimpa rumah. Apalagi beberapa rumah tetangganya memang sudah ada yang rusak akibat longsor.

"Rumah saya kan di bawah jalan. Dari malam hujan terus, sudah saja jam 9 pagi saya lari saja dulu jauh sambil megangin anak (dua anak). Terus berhenti di kantor kecamatan, nungguin hujannya reda. Langsung ke GOR Cikomara menginap dua hari di GOR. Dari GOR terus pindah ke sini (Posko Dompet Dhuafa)," ujarnya.

Ani menjelaskan, lokasi GOR itu juga sudah terjadi retakan sehingga banyak warga pengungsi yang pindah mengungsi ke Posko di Kampung Ciuyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement