REPUBLIKA.CO.ID, PARIGI— Sekitar 1.700 hektare sawah di Kecamatan Moutong, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah gagal produksi akibat material lumpur tambang tanpa izin.
Anggota Fraksi Gerindra DPRD Parigi, Moutong Arifin Dg Palalo, saat sidang Paripurna penyampaian hasil reses, di Parigi, Rabu (8/1) mengatakan petani sawah di wilayah Moutong mengalami kerugian cukup besar karena gagal panen akibat dampak aktivitas tambang emas tanpa izin.
Sampai saat ini, petani di wilayah itu terus menyuarakan aksi protes terhadap kegiatan penambangan tersebut.
"Petani setempat sudah melaporkan hal itu kepada kami sebagai wakil mereka di DPRD melalui kegiatan reses pada Desember 2019," ujar Arifin yang juga anggota Komisi I DPRD Parigi Moutong.
Menurut politisi Partai Gerindra itu, akhir-akhir ini petani setempat sangat sulit mengembangkan pertanian mereka, bahkan untuk mendapatkan produksi 500 kilogram gabah kering panen (GKP) per hektar tidak bisa terealisasi.
"Kami sebagai perwakilan di daerah pemilihan (Dapil) lima telah menyampaikan aspirasi rakyat lewat sidang ini dan kami minta pemerintah setempat agar menindaklanjuti persoalan ini untuk segera di selesaikan," katanya.
Dia menambahkan, aktivitas tambang ilegal yang dikelolawarga negara asing di wilayah itu sangat merugikan petani, apalagi jarak kegiatan pertambangan yang tidak memiliki legalitas dari pemerintah sekitar 100 meter dari irigasi pertanian.
Material lumpur yang dihasilkan dari kegiatan penambangan emas cukup banyak masuk di areal persawahan petani yang terbawa air.
Menurut dia, meski secara aturan pengawasan pertambangan merupakan kewenangan Pemerintah Sulawesi Tengah, tetapi paling tidak pemerintah setempat mengambil langkah konkret menangani persoalan tersebut agar dampak yang ditimbulkan tidak meluas, bahkan DPRD menyarankan agar pihak eksekutif melakukan peninjauan lapangan. "Tentu hal ini sangat berdampak terhadap pendapatan petani dan kelangsungan kegiatan pertanian di wilayah tersebut," tuturnya.