Rabu 08 Jan 2020 08:43 WIB

Pengamat: RI-China Bisa Buat Penangkapan Ikan Bersama

Manajemen bersama ini sudah diterapkan negara yang memiliki konflik perbatasan laut.

Rep: Ali Mansur/ Red: Ratna Puspita
KRI Teuku Umar-385 melakukan peran muka belakang usai mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau.
Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO
KRI Teuku Umar-385 melakukan peran muka belakang usai mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas NH Kertopati berpendapat sebenarnya konflik Indonesia dengan Cina di Laut Natuna dapat diatasi dengan win-win solution. Solusi yang memenangkan semua pihak ini di antaranya dengan manajemen bersama usaha penangkapan ikan di Laut Natuna yang merupakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) tersebut.

"Memanfaatkan mekanisme hubungan bilateral Indonesia dan Cina dapat dilakukan manajemen bersama usaha penangkapan ikan di perairan tersebut antara BUMN Indonesia dan Cina," ujar Susaningtyas saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (7/1).

Baca Juga

Susaningtyas menambahkan, pola win-win management ini banyak diterapkan oleh beberapa negara yang semula juga memiliki konflik perbatasan laut. Contohnya, antara Rusia dan Norwegia di Laut Utara atau antara Bangladesh dan Myanmar di Teluk Benggala.  

"Jika manajemen bersama ini berhasil, maka Indonesia dapat juga mengundang negara lain yang ikut meng-klaim Laut Cina Selatan untuk mengubah konflik menjadi keuntungan bersama. Ini dari perspektif blue economy," tambahnya.

Jika dilihat dari perspektif keamanan maka Indonesia melalui ASEAN dapat berupaya mempercepat penyelesaian Code of Conduct (COC) di Laut Cina Selatan antara Angkatan Laut ASEAN dengan Angkatan Laut Cina. Dengan berlakunya COC, maka masing-masing Angkatan Laut menerapkan mekanisme pencegahan konflik di laut. Mekanisme COC ini sangat penting untuk meredam eskalasi konflik untuk tidak meningkat menjadi perang.

"Pihak yang berkepentingan dengan COC juga bisa lebih dibuka tidak hanya antar Angkatan Laut tapi juga bisa antar Coast Guard dan antar Angkatan Udara. Jadi kapal-kapal perang Angkatan Laut, kapal-kapal Coast Guard dan pesawat tempur Angkatan Udara ASEAN dan Cina semuanya menghormati COC," tutur Susaningtyas.

Dari perspektif diplomasi, ia menambahkan, sangat penting untuk menjabarkan empat pernyataan Menlu RI dalam menghadapi situasi terkini. Diplomasi luar negeri yang ditunjukkan oleh Menlu RI adalah implementasi kebijakan pemerintah untuk lebih mengedepankan diplomasi dan negosiasi dengan tetap memprioritaskan kepentingan nasional Indonesia. 

"Kemenhan dapat menindaklanjuti dengan diplomasi pertahanan, Mabes TNI menindaklanjuti dengan diplomasi militer dan Mabesal menindaklanjuti dengan diplomasi angkatan laut," ucapnya.

Karena itu, kata Susaningtyas, sangat penting pertemuan antar Menhan kedua negara. Bahkan, pertemuan bilateral antar-Panglima Angkatan Bersenjata dan pertemuan bilateral antar-Panglima Angkatan Laut. Dengan adanya Pangkogabwilhan-l yang membawahi wilayah perairan Laut Natuna, bisa saja diatur pertemuan bilateral dengan Panglima Komando Gabungan Cina di wilayah Selatan.

"Lebih penting lagi adalah tugas Kepala Bakamla RI yang baru untuk segera ke Beijing membahas insiden Laut Natuna ini langsung dengan Chief of CCG. Sangat diharapkan Kepala Bakamla RI mampu berdiplomasi meyakinkan CCG untuk lebih menghormati ZEE Indonesia di Laut Natuna," saran Susaningtyas. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement