REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan penyebutan nama mantan menteri agama Lukman Hakim Saifudin sebagai pihak yang diduga melakukan kerja sama dengan terdakwa kasus suap, Romahurmuziy. KPK menyatakan penyebutan tersebut berdasarkan fakta yang muncul pada persidangan.
"Fakta-fakta itu pasti sudah ada di catatan JPU," kata Plt Jubir KPK Bidang Penindakan Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (7/1).
Ali menjelaskan KPK kemungkinan akan mengembangkan fakta yang muncul dalam persidangan tersebut. Dalam hal ini, yang menjadi pertimbangan jaksa adalah untuk melaporkan penyelidik untuk pengembangan lebih lanjut.
"Tentunya kalau demikian sesuai dengan cara prosedur di KPK nanti ada putusan majelis hakim yang akan mempertimbangkan segala sesuatu di persidangan," kata Ali.
Pada Senin (6/1), JPU KPK meminta Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta untuk menghukum Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy, 4 tahun penjara. Dalam tuntutannya, mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin disebut juga melakukan kerja sama dengan Romi.
JPU KPK Wawan Yunarwanto mengatakan kerja sama tersebut dibuktikan dalam fakta hukum perbuatan terdakwa melakukan intervensi dalam seleksi pejabat tinggi pratama untuk jabatan Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur agar Haris Hasanuddin terpilih dan dilantik dalam jabatan tersebut.
"Intervensi yang terdakwa lakukan karena Lukman Hakim Saifuddin yang merupakan Menteri Agama RI sebagai pemegang kekuasaan dalam pengangkatan dan pemberhentian di lingkungan Kemenag," terang Jaksa Wawan kemarin.
"Intervensi tersebut apabila dihubungkan dengan kedudukan terdakwa sebagai anggota DPR sekaligus ketua partai dimana Lukman Hakim Saifuddin merupakan anggota partai," tambah Jaksa Wawan.
Karena Romi adalah ketua umum PPP atas intervensinya, kemudian Lukman Hakim Saifuddin melakukan serangkaian tindakan yang dapat meloloskan dan melantik Haris Hasanuddin menjadi Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur.
Bahkan untuk menentukan calon yang akan diangkat sebagai calon Kakanwil Kemenag Jawa Timur, Lukman Hakim Saifuddin sebagaimana bukti rekaman percakapan antara Lukman dengan Gugus Djoko Waskito tanggal 30 Januari 2019 dan 1 Maret 2019 meminta persetujuan dari Romi.
"Bahwa baik terdakwa maupun Lukman Hakim Saifuddin kemudian menerima sejumlah uang dari Haris Hasanuddin dalam masa seleksi jabatan tinggi pratama di lingkungan kementerian agama dimana terdakwa menerima uang sejumlah Rp 255 juta dan Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp 70 juta yang diterima oleh Lukman Hakim tgl 1 maret 2019 sejumlah Rp 50 juta dan tgl 9 maret 2019 sejumlah Rp 20 juta melalui Heri Purwanto selaku ajudan Lukman Hakom Saifuddin," ujar Jaksa.
Baik terdakwa dan Lukman Hakim Saifuddin, sambung Jaksa, mengetahui dan menghendaki dilakukannya perbuatan dan masing-masing dari mereka menyadari tentang perbuatan yang dilakukan tersebut adalah perbuatan dilarang. Namun, mereka tetap melakukan perbuatan tersebut serta saling berbagi peran satu sama lain sehingga mewujudkan sempurnanya delik.
"Maka ketentuan Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP tentang penyertaan telah terbukti," tegas Jaksa Wawan.