Selasa 07 Jan 2020 10:33 WIB

Memungut Ratusan Ton Sampah Sisa Banjir

Umumnya sampah sisa banjir merupakan perabot rumah dan sejenisnya.

Petugas Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang memindahkan sampah yang menumpuk di sisi jalan pascabanjir di Pondok Bahar, Kota Tangerang, Banten, Senin (6/1/2020).
Foto: Antara/Fauzan
Petugas Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang memindahkan sampah yang menumpuk di sisi jalan pascabanjir di Pondok Bahar, Kota Tangerang, Banten, Senin (6/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Abdurrahman Rabbani, Ali Yusuf, Antara

TANGERANG SELATAN — Banjir yang telah surut menyisakan lumpur dan sampah. Sebanyak 130 ton sampah sisa banjir diangkut Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan, kemarin (6/1). Umumnya sampah merupakan peralatan rumah tangga seperti kasur, sofa, dan sejenisnya.

Banjir yang merendam 119 titik di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) berdampak pada meningkatnya volume sampah. Total penambahan sampah akibat banjir per tanggal 1 Januari 2020 kurang lebih mencapai 130 ton.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangsel mengerahkan sebanyak 40 armada guna menyisir dan mengangkut sampah di pemukiman warga. Titik tumpukan sampah paling banyak terdapat di Puri Bintaro Indah, Ciputat Baru.

“Sampai hari ini sampah akibat banjir mencapai 100-an ton. Prediksi kita totalnya mencapai 120 sampai 130 ton, jadi butuh beberapa hari buat angkut semua sampah banjir," kata Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangsel, Rastra Yudhatama.

Menurut Yudha, umumnya sampah akibat banjir merupakan perabot rumah tangga seperti baju, sofa, kasur dan sejenisnya. Meskipun ada ranting pohon, serta sampah dari limbah rumahan yang menumpuk di pemukiman warga.

"Hari ini sudah ada tiga titik yang kita bersihkan. Tiap perumahan kita kirim empat armada. Jadi sejak tanggal 1 Januari kemarin armada langsung kita kerahkan," ucapnya.

Selain sampah perabotan milik warga, ia mengatakan telah mengangkut sekitar 30 ton sampah eceng gondok dari Situ Sasak Tinggi, Pamulang. 15 unit armada diterjunkan mengangkut sampah tanaman tersebut.

"Ada juga kemarin sampah eceng gondok, dari Situ Sasak Tinggi, Pamulang. Totalnya ada 30 ton," ungkapnya.

Di samping itu, pihaknya telah diterjunkan langsung menangani sampah yang ditimbulkan akibat longsoran di Kali Angke, Pamulang. Satu pohon besar tumbang di lokasi longsoran, berhasil dievakuasi dengan dipotong-potong terlebih dahulu sebelum diangkut.

"Tadi pagi kita dari lokasi longsoran di Kali Angke. Ada pohon besar sudah kita angkut, ada bambu-bambu juga. Di sana kita kerahkan satu unit alat berat dan armada mobil pick up," ungkapnya.

Yudha melanjutkan, hanya sedikit sampah tersisa akibat banjir di kawasan Tangsel. Secara keseluruhan, 70 persen sampah akibat banjir berhasil diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang. Sedangkan sisanya, akan segera rampung dalam satu sampai dua hari ke depan.

"Kalau dari rata-rata, peningkatannya per hari sekira 20 persen dari hari normal sebelum banjir kemarin," katanya.

Sementara itu, Wakil Walikota Tangsel Benyamin Davnie mengatakan sebanyak 150 tenaga pesapon (penyapu jalanan) dikerahkan Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangsel pascabanjir sejak Rabu lalu (1/1). “Informasi yang masuk ke saya, ada sekitar 150 tenaga pesapon yang diterjunkan. Mereka turun ke lapangan sejak tanggal 1 Januari kemarin,” katanya.

Dia melanjutkan, untuk seluruh jajaran DLH juga turut memonitor dengan mendatangkan truk-truk sampah dan guna mendistribusikan sampah ke TPA Cipeucang. “Jadi para pesapon itu mengumpulkan sampah di tempat-tempat tertentu, yang nantinya diangkut oleh truk sampah untuk dibawa ke Cipeucang,” jelas Benyamin.

photo
Warga membersihkan sampah pascabanjir yang melanda kawasan Kampung Pulo, Jakarta, Jumat (3/1/2020).

Sampah Bekasi Jakarta

Sedang di Bekasi sebanyak 6.000 ton sampah sisa banjir diangkut Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Jawa Barat, hingga Senin (6/1). "Sampah sebanyak itu diangkut selama empat hari belakangan pascabanjir yang melanda wilayah Kota Bekasi sejak awal pergantian tahun kemarin," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Yayan Yuliana, di Bekasi.

Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi akan terus menyelesaikan pengangkutan sampah banjir hingga hari ini (7/1). "Sampah tersebut bervariasi mulai dari sampah perabot rumah tangga, kasur, bahkan sampah rumah tangga," kata Yayan.

Yayan menjelaskan dalam satu hari petugas mengangkut sampah banjir hingga 1.500 ton di luar sampah rumah tangga. "Meski sudah diangkut petugas, nyatanya masih menemukan tumpukan sampah di lokasi titik banjir," ungkapnya.

Dia menegaskan hari ini pegawainya mulai personel pesapon hingga staf dinas terjun seluruhnya membersihkan sampah pascabanjir di Kota Bekasi. "Ini mereka di lapangan semua tidak ada yang di kantor," kata Yayan.

Dia memprediksi pembersihan sampah akan terus berlanjut hingga masa tanggap darurat selesai. Sebab di lokasi banjir masih banyak ditemukan perabot warga yang berserakan di jalan.

"Hari ini masih kita bersihkan, besok juga, tapi saya rasa masih terus berlanjut, perabot warga yang rusak kena banjir masih banyak yang dibuang," ucap dia.

Kepala Seksi Pengurangan Sampah DLH Kota Bekasi, Sunarmo mengatakan sejak empat hari lalu pegawai yang ada di Pemerintahan Kota Bekasi masih berada di titik banjir untuk membantu pembersihan sampah.

"Bahkan hingga hari ini sampah bekas banjir masih memenuhi berbagai lokasi. Pada tidak pulang-pulang ikut bersih-bersih di lapangan," katanya.

Di Jakarta setidaknya 3.188 ton sampah telah diangkut dari aliran Sungai Ciliwung selama bencana banjir di Jakarta Sejak 1 Januari hingga 3 Januari 2020 ini. Humas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yogi Ikhwan, Jumat, mengatakan jumlah tersebut adalah dari hasil pembersihan sampah aliran Ciliwung di dua tempat yakni Pintu Air Manggarai dan Jembatan Kampung Melayu, belum termasuk dari daerah lainnya.

Di Manggarai, kata Yogi, volume sampah yang diangkut oleh tiga ekskavator di sana, sebanyak 1.880 ton yang kemudian diangkut ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang oleh belasan mobil pengangkut besar dan kecil. Sementara di Jembatan Kampung Melayu, lanjut Yogi, sampah yang diangkut adalah sebanyak 1.308 ton yang diangkut oleh tiga ekskavator di sana untuk kemudian diangkut ke TPST Bantar Gebang oleh belasan kendaraan pengangkut.

"Tapi data tersebut adalah data di aliran Ciliwung, bukan di seluruh Jakarta. Nanti data seluruhnya akan direkap khusus," ujarnya.

Dari pantauan, sampah-sampah yang mengalir menuju pintu air Manggarai didominasi oleh kayu-kayu ranting pohon hingga lemari pendingin. Bukan cuma itu, sampah seperti kasur, botol-botol minuman kemasan, tong jeriken plastik, sampai beberapa kayu gelondongan ukuran besar hanyut dan tertahan di pintu air Manggarai.

photo
Sejumlah petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi memindahkan sampah pascabanjir di Desa Mekarsari, Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (6/1/2020).

Rentan Banjir

Posisi geografis, topografi, ditambah dengan dampak pembangunan kota, membuat daerah Jabodetabek dan sekitarnya rentan terhadap banjir. Perubahan iklim, frekuensi hujan yang besar, dan cuaca ekstrim menambah risiko bencana banjir dan longsor menjadi lebih buruk dengan dampak yang lebih luas, dan kerugian yang lebih besar.

Kepala Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Fauzan Ali mengatakan, masalah banjir tidak dapat hanya dilihat sebagai bencana alam. "Perlu adanya pendekatan multi dimensi yang mencakup aspek hidrologi dan ekologi manusia dalam penanganan banjir di Jabodetabe," kata Fauzan saat membuka Media Briefing “Banjir Ibu Kota, Potret Aspek Hidrologi dan Ekologi Manusia" yang diselenggarakan di LIPI Selasa, (7/1).

Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB) telah mengumumkan data terakhir jumlah korban meninggal akibat banjir dan longsor di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, sejak tanggal 4 Januari mencapai 60 orang dan 2 orang masih hilang. Sebanyak 409 jiwa menjadi korban terdampak banjir dan longsor dan lebih dari 173 ribu jiwa terpaksa tinggal di pengungsian.

Laporan Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada Ahad

(5/1) menunjukkan bahwa cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di beberapa wilayah Indonesia dalam sepekan ke depan. "Kontribusi hujan ekstrim lokal di wilayah Jakarta, aliran banjir dari daerah hulu, dan kondisi pasang muka air laut telah

mempengaruhi mekanisme banjir 2020," katanya.

Menurut, Peneliti Pusat Penelitian Limnologi LIPI, M. Fakhrudin menyebutkan, perubahan lahan yang berlangsung cepat menyebabkan kemampuan daya resap sistem Daerah Aliran Sungai di Jabodetabek terhadap air hujan menjadi menurun. "Hal ini menyebabkan proporsi jumlah air hujan yang dikonversi langsung menjadi aliran permukaan atau direct run-off akan cenderung terus meningkat,” ujarnya.

Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Iptek dan Inovasi LIPI, Galuh Syahbana Indrapahasta, mengungkapkan bencana banjir di Jabodetabek menunjukkan tidak terkelolanya tiga aspek yang saling berkaitan. Yaitu teknis, ekologi, dan sosial.

"Persoalan infrastruktur tentu menjadi salah satu bagian penting dari upaya untuk memitigasi banjir di Jakarta. Namun, dua aspek lainnya juga perlu diintervensi sehingga menghasilkan sistem ruang yang mempunyai resiliensi yang lebih baik terhadap banjir,” ujar Galuh.

Menurut Galuh, penurunan kualitas ekologi Jabodetabek secara umum dapat dilihat dari terkonversinya lahan-lahan hijau menjadi ruang terbangun . “Sedangkan aspek sosial dapat meliputi peningkatan resiliensi masyarakat serta upaya perubahan perilaku masyarakat sehingga menghasilkan perilaku yang lebih ramah lingkungan,” ujarnya.

Gusti Ayu Surtiari, peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, menyebut adaptasi yang transformatif perlu dilakukan untuk dapat menghadapi banjir. “Adaptasi dapat dilakukan dengan mengurangi keterpaparan atau meningkatkan kapasitas menghadapi banjir, atau menurunkan sensitifitasnya,” ujarnya.

Dia menambahkan adaptasi ini harus dilakukan di semua level masyarakat mulai dari individu, regional, hingga nasional. Masing-masing level memiliki rasionalitas untuk mengambil keputusan atas tindakan yang akan dilakukan.

Seluruh level tersebut kata dia, harus sinergis dan tidak saling menghambat satu dengan yang lain. Misalnya, adaptasi di tingkat pemerintah tidak menghambat adaptasi oleh individu atau rumah tangga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement