REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY, Hilman Tisnawan mengatakan, sasaran inflasi secara nasional di 2020 mengalami penurunan menjadi 3 persen ±1 persen secara year on year (yoy). Dengan begitu, ia memperkirakan inflasi DIY di 2020 akan berada di titik tengah sasaran secara nasional.
"Untuk mencapai sasaran tersebut, BI bersama TPID DIY berkomitmen untuk terus memantau perkembangan harga dan kecukupan stok pangan, serta meningkatkan sinergi, dan koordinasi antarlembaga sebagai upaya agar stabilisasi harga dapat terus terjaga," kata Hilman, dalam keterangan resminya, di Yogyakarta.
Pada pengujung 2019, ia menjelaskan, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) DIY tetap terkendali dengan inflasi sebesar 0,46 persen (mtm). Pada Desember 2019, inflasi disebabkan adanya tekanan inflasi pada kelompok harga bergejolak (volatile food) dan harga yang diatur pemerintah (administered prices).
Inflasi volatile food, katanya, tercatat sebesar 1,25 persen (mtm). Inflasi ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yakni sebesar 0,87 persen (mtm). "Tekanan ini terutama disebabkan peningkatan harga komoditas bawang merah, telur ayam ras dan beras masing-masing 24,2 persen (mtm), 13,22 persen (mtm) dan 0,70 persen (mtm)," jelas Hilman.
Sementara itu, tekanan pada komponen administered price mengalami peningkatan menjadi 0,90 persen (mtm). Tekanan harga tersebut, lanjutnya, bersumber dari lonjakan permintaan kelompok transportasi yang terjadi sesuai siklusnya saat peak season seiring dengan musim liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru).
"Lonjakan permintaan tersebut menyebabkan kenaikan harga tarif angkutan udara yakni 4,89 persen (mtm) dan kereta api 12,50 persen(mtm)," tambahnya.
Walaupun begitu, di sisi lain, tekanan inflasi inti terus menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Dengan begitu, kata Hilman, laju inflasi DIY sepanjang 2019 tercatat 2,77 persen (yoy). "(Laju ini) Sedikit lebih tinggi dibanding inflasi nasional yaitu 2,72 persen (yoy)," jelas dia.
Sebelumnya, Hilman mengatakan perekonomian DIY pada 2020 diperkirakan akan melambat. Melambatnya ekonomi ini bisa mencapai kisaran 5,3 hingga 5,7 persen (yoy). Hal tersebut dikarenakan berakhirnya pembangunan Yogyakarta Internasional Airport (YIA) di akhir 2019.
Sebab, dua tahun terakhir, katanya, ekonomi DIY tumbuh karena ditopang sektor domestik yang berasal dari investasi bangunan konstruksi proyek strategis nasional YIA. "Jadi pertumbuhan ekonomi DIY ke depan di 2020 itu memang untuk DIY khususnya, kita akan sedikit menurun. Karena ini pertumbuhannya akan kembali kepada rata-rata normal," kata Hilman.
Walaupun begitu, keberadaan YIA dalam jangka menengah diperkirakan akan mendorong munculnya rambatan ekonomi. Sebab, investasi bangunan masih akan tumbuh. Terlebih, dengan berkembangnya kawasan aerotropolis yang juga dalam rangka mendukung YIA.
Termasuk nantinya pembangunan infrastruktur akses jalur kereta api hingga perhotelan, juga akan mendorong investasi setelah berakhirnya pembangunan YIA. "Pertumbuhan DIY dengan adanya bandara ini mungkin tidak terasa sekarang. Tapi setelah beroperasi, akses jalan sudah terbentuk, infrastruktur dan ekosistem pergudangan, ekosistem manajemen terminal, semua sudah jalan. Itu akan meberikan dampak," ujarnya.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, kehadiran YIA harus dioptimalkan dengan baik oleh seluruh pihak. Untuk itu, pembangunan infrastruktur pendukung YIA harus terus dibangun.
Begitu juga pariwisata yang terbukti dapat menyediakan lapangan kerja khususnya yang mengusung konsep CBT (Community Based Tourism), kata Sultan, juga harus terus ditingkatkan. "Dengan semakin berkembangnya wisata berbasis CBT, kemandirian desa akan terbentuk dan mengurangi ketimpangan serta kemiskinan," kata Sultan.