Senin 06 Jan 2020 13:16 WIB

Mengapa Sampai Sekarang Belum Ada Tersangka Kasus Jiwasraya?

Presiden Jokowi menyebut penanganan kasus Jiwasraya membutuhkan proses yang panjang.

Petugas melintas di depan logo PT Asuransi Jiwasraya.
Foto: Republika/Wihdan
Petugas melintas di depan logo PT Asuransi Jiwasraya.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Sapto Andika Candra

Lewat suatu keterangan pers, Jaksa Agung ST Burhanuddin pada 18 Desember 2019 lalu mengumumkan kepada publik peningkatan status kasus PT Asuransi Jiwasraya ke tingkat penyidikan. Konferensi pers digelar setelah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Togarisman menerbitkan surat perintah penyidikan nomor 33/F2/FG2/12 tahun 2019 pada 17 Desember 2019.

Baca Juga

Namun, hingga kini, pihak Kejaksaan Agung (Kejakgung) belum mampu menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp 13,7 triliun. Pada hari ini, Kejakgung kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi-saski

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiono Hidayat mengatakan, ada lima saksi yang akan kembali dimintai keterangan oleh tim penyidik khusus.  Dua yang diperiksa tersebut, diantaranya Kepala Divisi Pertanggungan Perorangan dan Kumpulan PT Asuransi Jiwasraya, Budi Nugraha dan Kepala Divisi Penjualan PT Asuransi Jiwasraya, Ervan Ramsis. Sedangkan terperiksa lainnya, Hari menerangkan, yakni dua mantan agen Bancassurance Jiwasraya Getta Leonardo Arisanto, dan Bambang Harsono, serta Dwi Laksito selaku Kepala Bancassurance Aliansi Strategis Jiwasraya.

“Ada lima saksi yang dipanggil untuk diperiksa tim penyidik,” kata Hari, Senin (6/1).

Kejakgung sejak 27 Desember 2019 juga sudah melayangkan pencegahan ke luar negeri terhadap 10 nama terkait kasus PT Asuransi Jiwasraya. Beberapa yang dicekal tersebut, diantaranya mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, dan mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Harry Prasetyo. Pencekalan terhadap 10 nama tersebut, berlaku selama setengah tahun, atau enam bulan.

Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus, Adi Toegarisman, pekan lalu mengatakan, pemeriksaan saksi-saksi tersebut, memang bagian dari usaha tim penyelidikan yang dipimpinnya untuk mencari potensi tersangka. 

“Kami mendalami pemeriksaan untuk kami (dapat) mencari alat bukti,” kata dia, Senin (30/12).

Jaksa Agung ST Burhanuddin pernah menerangkan konstruksi kasus Jiwasraya yakni, adanya pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam penempatan dana nasabah. Pelanggaran prinsip kehati-hatian dilihat dari penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial. Penempatan itu demi mengejar keuntungan besar.

"Dari jumlah tersebut, 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik, dan sebanyak 95 persen dana ditempatkan di saham perusahaan yang berkinerja buruk," ujar Burhanuddin.

Selanjutnya, dari penempatan 59,1 persen reksadana senilai Rp14,9 triliun dari aset finansial, 98 persennya dikelola manajer investasi berkinerja buruk. Akibatnya, lanjut dia, asuransi Jiwasraya saving plan mengalami gagal bayar terhadap klaim jatuh tempo dan sudah diprediksi BPK sesuai laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan bisnis asuransi investasi, pendapatan dan biaya operasional.

"Sebagai akibat transaksi tersebut, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sampai dengan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun. Hal ini merupakan perkiraan awal. Jadi Rp13,7 triliun hanya perkiraan awal dan diduga ini akan lebih dari itu," ujar Burhanuddin.

[video] ET Diminta Menyelesaikan Kasus Jiwasraya Secepatnya

Butuh waktu

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Kamis (2/1) pekan lalu menyampaikan, penanganan kasus gagal bayar dan kerugian yang dialami PT Asuransi Jiwasraya perlu proses yang panjang. Meski begitu, Jokowi menegaskan, Kejakgung sudah bekerja cepat dengan mencegah 10 orang eks pejabat Jiwasraya ke luar negeri.

"Ini perlu proses yang tidak sehari dua hari. Perlu proses yang agak panjang. Di sisi hukum juga telah ditangani oleh Kejaksaan Agung. Sudah dicegah 10 orang agar terbuka semuanya. Sebetulnya problemnya di mana. Ini menyangkut proses yang panjang," kata Jokowi seusai membuka perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) 2020 di Jakarta, Kamis (2/1).

Jokowi pun meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI untuk membersihkan praktik manipulasi harga saham demi menjaga kepercayaan investor. Mengutip laporan Bloomberg, Jokowi menyebut Indonesia berhasil duduk di peringkat pertama mengalahkan India, Brasil, dan China sebagai pasar yang sedang berkembang.

Presiden juga meminta otoritas di bursa secara ketat menindak oknum-oknum yang menjalankan praktik manipulasi harga tersebut. "Segera bersihkan bursa dari praktik jual-beli saham yang tidak benar. Jangan kalah dengan yang jahat-jahat. Jangan sampai ada lagi dari 100 (harga saham per lembar) digoreng jadi 1.000, goreng-goreng jadi 4.000," ujar Jokowi.

photo
Utang Jiwasraya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement