REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekolah bercat putih merah itu tampak lenggang. Tidak ada aktivitas apapun, lantai berubin tampak bersih tanpa jejak sepatu.
Hanya ada tumpukan sampah tertata rapi di dekat gerbang, satu-satunya jejak SDN Rawa Buaya 01 Pagi pernah menjadi tempat pengungsian banjir.
"Tadi pagi pengungsi terakhir pulang. Sekolah ini sempat jadi tempat pengungsian tidak resmi sesuai perintah Gubernur," ujar Abdul Monda, penjaga sekolah SDN Rawa Buaya 01 Pagi, Bojong Raya, Jakarta Barat, ketika ditemui Ahad (5/1).
SDN Rawa Buaya 01 Pagi memang menjadi tempat penampungan sementara bagi puluhan warga Bojong Raya, Kelurahan Rawa Buaya, Jakarta Barat, yang rumahnya tergenang banjir.
Hal itu dilakukan setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengimbau kantor pemerintah, sekolah dan fasilitas umum yang mumpuni dijadikan tempat penampungan bagi warga terdampak saat banjir menggenangi Jakarta.
Menurut Monda, meski bukan pengungsian resmi, tempat itu ramai dijadikan penampungan karena memiliki air bersih yang ada di penampungan. Tidak hanya itu, ketika pengungsi mulai berdatangan pihak sekolah memutuskan membeli genset setelah listrik padam.
Namun, banjir mulai surut di daerah tersebut dan pengungsi terakhir akhirnya pulang. Tapi, penjaga sekolah kini punya tugas baru yaitu membersihkan sekolah untuk menyambut siswa-siswa yang akan berdatangan pada Senin (6/1) untuk memulai semester baru.
Monda kini mulai bekerja membersihkan segala sudut sekolah agar nyaman dipakai para pelajar. "Untungnya mereka (pengungsi) tertib, tidak buang sampah sembarangan. Pakai toilet juga tertib jadi beres-beres buat sekolah besok tidak terlalu repot," ujar dia.
Lain lagi kisah Etom, penjaga sekolah SDN Wijaya Kusuma 02 Pagi yang sekolahnya sempat terendam oleh genangan air setinggi 20 sentimeter (cm).
Sekolah yang terletak di Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat itu kini sudah bersih dari lumpur yang menutupi halamannya setelah banjir mulai surut.
Tapi, genangan air yang masuk ke kelas-kelas membuat beberapa peralatan musik dan kertas-kertas rusak.
Etom sendiri mulai membersihkan ruangan-ruangan tersebut sejak air mulai surut pada Jumat (3/1) malam. Dia mengepel ruangan dan memindahkan bangku ke atas meja bersama satu rekannya sesama penjaga sekolah.
Beruntung, kepala sekolah dan beberapa guru serta orang murid datang membantu pada Sabtu untuk membereskan sekolah jelang dimulainya sekolah pada Senin.
Mereka juga sudah menghubungi Dinas Pemadam Kebakaran setempat untuk menyemprotkan air dari selang demi menyingkirkan lumpur yang menumpuk di halaman.
"Sudah bersih sekarang. Kemarin kepala sekolah, guru, ada juga wali murid yang datang buat bersih-bersih. Besok kan anak-anak sudah harus masuk lagi soalnya," ujar Etom, penjaga sekolah SDN Wijaya Kusuma 02 Pagi, ketika ditemui di Jakarta Barat, Ahad.
Dampak banjir
Banjir yang terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya dimulai sejak Rabu (1/1) ketika hujan yang tidak berhenti membuat beberapa titik di Jabodetabek lumpuh karena genangan air.
Bahkan, banjir ini juga menyebabkan 53 orang meninggal, menurut data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sampai dengan Sabtu (4/1).
Sampai dengan hari ini, menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, masih ada 4.401 jiwa yang mengungsi karena akibat air yang masih menggenangi rumah.
Mereka masih bertahan di 22 lokasi pengungsian yang berada di wilayah Jakarta Utara, Jakarta Barat dan Jakarta timur karena ari masih menggenang di ketinggian 40 cm hingga 70 cm menurut data BPBD DKI Jakarta.
Pengaruhi pendidikan
Tidak hanya dampak korban jiwa, bencana banjir yang terjadi di Jabodetabek juga berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar yang terjadi di daerah tersebut.
Menurut Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencan (Seknas SPAB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sampai dengan Jumat (3/1) terdapat 290 sekolah serta 8.420 siswa DKI Jakarta yang terdampak banjir.
Sementara itu, di Kabupaten Lebak, Banten, Kemendikbud menerima laporan 12 sekolah mengalami kerusakan akibat banjir dengan 20 orang guru dan tenaga pendidikan menjadi korbanbanjir yang merendam rumah mereka.
Hal itu tentu saja menjadi perhatian Kemendikbud, karena pada Senin seharusnya sekolah-sekolah memulai semester baru setelah musim liburan sejak Desember 2019.
Selain itu, beberapa peserta didik yang rumahnya tergenang banjir pun memiliki kemungkinan tidak memiliki peralatan sekolah yang memadai seperti tas, buku-buku, serta peralatan tulis.
Hal itu terjadi karena kemungkinan korban banjir memprioritaskan baju dan surat-surat berharga untuk diselamatkan saat air mulai masuk ke rumah-rumah warga.
Mendikbud Nadiem Makarim pun angkat bicara soal kondisi darurat yang terjadi untuk para siswa terdampak banjir.
Dia meminta pemerintah daerah untuk memprioritaskan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan dalam situasi darurat seperti yang terjadi di Jabodetabek.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana yang mengatur peran dan fungsi pemerintah pusat, daerah dan satuan pendidikan atau sekolah.
Dalam situasi darurat, kata Mendikbud Nadiem, Pemda dapat melakukan kajian dampak bencana pada satuan pendidikan dan kebutuhan penanganan darurat. Selain itu, Pemda juga dapat menetapkan kebijakan layanan pendidikan pada situasi darurat bencana sesuai kewenangannya.
Nadiem mengusulkan bila situasi tidak memungkinkan maka sekolah bisa meliburkan kegiatan pembelajaran.
"Selama sekolah diliburkan, guru dapat memberikan tugas-tugas kepada murid sesuai dengan kondisi di lapangan," ujar Mendikbud Nadiem dalam keterangan tertulis di Jakarta pada Jumat.