REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian besar warga korban banjir di Kelurahan Cipinang Melayu, Jakarta Timur masih dibayangi kekhawatiran akan adanya banjir susulan. Meski banjir yang menggenang sejak Rabu (1/1) sudah surut pada Kamis (2/1), mereka memilih bertahan di lokasi pengungsian di Universitas Borobudur.
"Di sini saja dulu. Takut hujan gede lagi," ujar Selasih (30) warga RW 04 Kelurahan Cipinang Melayu, Jumat.
Hingga Jumat siang, tercatat 926 jiwa menjadi pengungsi akibat luapan Sungai Sunter. Sebanyak 467 di antaranya ialah laki-laki. Di antara ratusan itu, 51 orang merupakan lansia, 114 balita, dan delapan ibu hamil.
Warga membersihkan perabotan rumah dari endapan lumpur pascabanjir di Kawasan Cipinang Melayu, Jakarta, Kamis (2/1/2020).
Sementara itu, sebagian warga ada yang pulang terlebih dahulu untuk mencari sisa-sisa barang berharga. Untuk keperluan logistik di pengungsian, bantuan dari instansi pemerintah maupun swasta terus berdatangan.
"Alhamdulillah kalau makanan sama pakaian ada. Banyak bantuan juga, saya bersyukur sekali," ujar salah satu warga lain, Heni Sopiah (46).
Heni berserta empat anggota keluarganya memilih tetap bertahan dan belum memutuskan untuk pulang membersihkan rumah. Dia khawatir apabila telah dibersihkan dan hujan deras kembali mengguyur, rumahnya akan kembali dipenuhi lumpur.
Saat aliran Sungai Sunter meluap, Heni menyaksikan hanya butuh beberapa jam saja hingga air menggenangi setengah badan rumahnya. Menurut dia, banjir ini termasuk yang paling besar yang terjadi di kawasan itu.
"Terakhir banjir 2017 tapi itu lama, berhari-hari hujannya. Sekarang sehari saja udah luput rumah saya," kata dia.