Jumat 03 Jan 2020 07:39 WIB

Pemprov Kepri Desak Pusat Tangani Limbah Minyak Hitam

Pemprov Kepri terbatas wewenangnya karena masalah itu terkait perairan internasional.

Nelayan menunjukkan limbah hitam yang mencemari kawasan pantai (ilustrasi)
Foto: Yusuf Nugroho/Antara
Nelayan menunjukkan limbah hitam yang mencemari kawasan pantai (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Pemerintah Provinsi Kepulaua Riau mendesak Pemerintah Pusat untuk menangani limbah minyak hitam yang mencemari sejumlah pantai di kawasan pariwisata Kabupaten Bintan dan Batam. Pelaksana Tugas Gubernur Kepri Isdianto di Tanjungpinang, Kamis(2/10) mengatakan pemerintah daerah memiliki keterbatasan kewenangan dalam menangani permasalahan itu sebab menyangkut perairan internasional.

Limbah itu, menurut dia bukan berasal dari perairan Indonesia, melainkan perairan OPL. Perairan tersebut yang berbatasan antara Indonesia, Malaysia dan Singapura. "Ini permasalahan antarnegara sehingga kami memiliki keterbatasan dalam menanganinya, kecuali pendataan dan melaporkan kepada kementerian terkait," ujarnya.

Baca Juga

Isdianto mengungkapkan pencemaran limbah minyak hitam di Bintan dan Batam sudah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu. Permasalahan itu sudah disampaikan kepada pemerintah pusat.

Bahkan setiap tahun, terutama saat musim angin utara, ketika limbah minyak hitam itu masuk ke perairan Bintan dan Batam, Pemprov Kepri tidak bosan-bosannya melaporkan permasalahan itu kepada kementerian terkait. "Kepri ini dapat imbas dari luar. Saat angin utara seperti sekarang, limbah itu dibawa arus laut ke wilayah Kepri," katanya.

Isdianto mengemukakan limbah minyak hitam yang mencemari pantai di kawasan wisata di Pantai Lagoi dan Pantai Trikora, Kabupaten Bintan, dan Pantai Ningsa, Batam merugikan sektor pariwisata. Banyak wisman dan wisatawan Nusantara yang berkunjung ke kawasan wisata itu melakukan komplain kepada pihak pengelola resort. "Ini tentunya harus diperhatikan mengingat Kepri merupakan wilayah tujuan wisata terbanyak kedua setelah Bali," ucapnya.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement