REPUBLIKA.CO.ID,KENDAL -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersyukur perekonomian nasional bisa tumbuh stabil di atas 5 persen pada tahun ini. Pada kuartal III 2019, pertumbuhan ekonomi tercatat tumbuh 5,02 persen.
Saat meresmikan balai latihan kerja pesantren di Pondok Pesantren Alfadllu 2 di Kendal, Jawa Tengah, Senin (30/12), Jokowi mengatakan, stabilitas ekonomi nasional saat ini patut disyukuri. Apalagi, kata Jokowi, tak sedikit negara yang pertumbuhan ekonominya minus dan mengalami resesi.
"Di tengah ekonomi dunia yang bergejolak, alhamdulillah, berkat doa dan dukungan bapak-ibu sekalian, utamanya dari para ulama, ekonomi Indonesia tetap baik dan stabil dan pertumbuhan masih di atas 5 persen," kata Jokowi saat memberikan sambutan.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia memang masih stabil di atas 5 persen, tetapi cenderung menurun sejak awal tahun. Pada kuartal I 2019, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,07 persen. Sementara, pada kuartal II dan kuartal III, ekonomi Indonesia tumbuh 5,05 persen dan 5,02 persen. Kementerian Keuangan sebelumnya memprediksi realisasi pertumbuhan ekonomi sepanjang 2019 sebesar 5,05 persen.
Jokowi menjelaskan, salah satu upaya untuk bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi global adalah dengan menjaga iklim industri dalam negeri. Atas alasan itulah pemerintah membangun 1.113 unit balai latihan kerja komunitas di berbagai pusat pendidikan agama sepanjang 2017-2019. Pada 2020, sebanyak 2.000 unit BLK komunitas akan dibangun.
Pembangunan BLK komunitas diharapkan mampu memenuhi kebutuhan industri dan memperluas peluang kerja. Tujuan akhirnya, kata Jokowi, agar konsumsi rumah tangga terjaga dan ekonomi nasional terus tumbuh.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam kesempatan terpisah juga bersyukur karena perekonomian Indonesia mampu melewati berbagai tantangan dengan cukup baik. Menurut Sri, pelaku ekonomi Tanah Air dihadapkan pada berbagai momentum yang cukup berat dalam dua tahun terakhir, tak terkecuali pelaku pasar modal.
Sri pun mengapresiasi kerja keras yang telah dilakukan jajaran Bursa Efek Indonesia (BEI) dan seluruh pemangku kepentingan dalam mempertahankan posisi pasar modal Indonesia di pertumbuhan positif. Sri mengatakan, di tengah perlambatan ekonomi global sepanjang 2019, banyak bursa saham negara lain yang mencatatkan pertumbuhan negatif.
Salah satu indikator positif yang disebutkan Sri adalah pertumbuhan jumlah investor. Pada 2019, jumlahnya dapat mencapai 2,4 juta investor atau tumbuh 40 persen dibandingkan 2018. "Ini pencapaian yang sangat impresif," ujarnya dalam penutupan perdagangan BEI di gedung BEI, Jakarta, Senin (30/12).
Sri mengatakan, pertumbuhan positif bursa dapat tercapai seiring dengan langkah Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membersihkan transaksi dan pelaku pasar yang dianggap tidak baik. Sebab, bagaimanapun juga, pasar modal hanya akan tumbuh positif apabila reputasi dan kredibilitas regulatornya juga baik.
Sri menambahkan, pemerintah bersama BI, OJK, dan BEI akan terus berupaya menjaga agar ekonomi Indonesia bisa terjaga secara suportif, konstruktif, dan produktif. Pembuat kebijakan dituntut lincah dalam merespons perubahan yang terjadi. "Namun, tetap menjaga daya tahan ekonomi domestik dari gejolak global," kata dia.
Ia berharap sinergitas ini dapat terus dilakukan sehingga pasar modal dapat menjadi tempat bagi investor dan pemangku kepentingannya mendapatkan manfaat. "Mudah-mudahan (pasar modal Indonesia) bisa menjadi yang terbaik se-Asia," katanya.
Pertumbuhan Ekonomi Indoensia. Pembangunan gedung bertingkat di Jakarta. (ilustrasi)
Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif Adam, mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang relatif stabil hingga akhir tahun ini. Meski begitu, realisasi pertumbuhan ekonomi hingga kuartal III di kisaran 5 persen atau masih di bawah target pemerintah sebesar 5,2 persen.
"Kita memang stabil tetapi pada tingkatan yang rendah. Transformasi struktur perekonomian belum terjadi," kata Latif kepada Republika, Senin (30/12).
Latif mengatakan, pertumbuhan ekonomi didominasi konsumsi masyarakat domestik. Data BPS menyebut, konsumsi rumah tangga pada kuartal III tumbuh hingga 5,01 persen. Sementara, investasi yang diharapkan pemerintah bisa menggenjot perekonomian hanya tumbuh 4,21 persen.
"Konsumsi menjadi sektor yang paling dominan. Padahal, pemerintah ingin mengubah struktur ekonomi kita menjadi berbasis produksi, bukan hanya konsumsi," kata dia.
Oleh karena itu, Latif menilai stabilnya perekonomian saat ini terjadi di bawah potensi pertumbuhan sebenarnya yang bisa dicapai Indonesia. Ia menyebutkan, jika struktur ekonomi bisa berubah ke basis produksi yang ditopang oleh aliran investasi sektor riil, ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5,5 persen hingga 6 persen.
Indonesia, kata Latif, harus segera melakukan transformasi ekonomi secara besar-besaran agar tak terjebak dalam middle income trap. Pertumbuhan pada tahun depan harus lebih dinamis dan lebih dari angka yang dicapai saat ini.
Menurut dia, kekurangan yang dihadapi Indonesia adalah ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dari sisi produktivitas. Upaya perbaikan tenaga kerja juga terbentur dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Oleh sebab itu, kata Latif, rencana pemerintah melakukan omnibus law untuk ketenagakerjaan menjadi solusi yang tepat.
Refleksi seorang karyawan melintasi layar IHSG saat penutupan perdagangan saham 2019 di gedung Bursa Efek Indonesia Jakarta, Senin (30/12/2019).
Penutupan perdagangan
Pada penutupan perdagangan, Senin (30/12), indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup di level 6.299,53. Indeks saham tersebut menguat tipis 1,69 persen dibandingkan dengan penutupan perdagangan tahun lalu di level 6194,50 (yoy). Akan tetapi, jika dibandingkan perdagangan hari sebelumnya, IHSG melemah 0,47 persen.
Analis Binaartha Sekuritas M Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, selama sepekan terakhir, pasar cukup optimistis dan berpengaruh terhadap penguatan IHSG. "Aksi window dressing dan Santa Clauss rally membuat pelaku pasar percaya diri dalam berinvestasi di pasar modal," Kata Nafan, Senin (30/12).
Menurut dia, pergerakan IHSG pada tahun ini cukup menantang. Secara year to date, pergerakan IHSG tidak mengalami penguatan yang signifikan, yaitu hanya di kisaran 2-2,5 persen.
Kabar positif juga datang dari pasar uang. Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta mengakhiri perdagangan tahun 2019 dengan perkasa dan masih bertahan di bawah level Rp 14 ribu per dolar AS.
Rupiah ditutup menguat 27 poin atau 0,2 persen di level Rp 13.925 per dolar AS dibandingkan dengan posisi hari sebelumnya, Rp 13.958 per dolar AS. "Stabilnya perekonomian dalam negeri berimbas positif setelah adanya damai dagang berakhir sehingga mata uang Indonesia kembali menguat dalam penutupan pasar," kata Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi.
Menurut Ibrahim, penguatan rupiah tersebut membuktikan kinerja pemerintah dan Bank Indonesia begitu solid hingga bisa membawa berkah bagi nilai tukar. Sementara itu, berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, rupiah menguat menjadi Rp 13.945 per dolar AS dibanding hari sebelumnya yang sebesar Rp 13.956 per dolar AS. n sapto andika candra/adinda pryanka/retno wulandhari/dedy darmawan nasution/antara ed: satria kartika yudha