Senin 30 Dec 2019 22:09 WIB

Menumpas Sampah Dimulai dari Memilah

Mengubah pola pikir untuk memilah sampah jadi hal menantang.

Kampung Berseri Astra (KBA) RW 03 Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan.
Foto: republika/fuji pratiwi
Kampung Berseri Astra (KBA) RW 03 Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh FUJI PRATIWI, wartawan Republika

Tiba di Jl. Zeni AD II RW 03 Kelurahan Rawajati, Kecamatan Kalibata Jakarta Selatan, yang Republika dapati adalah sebuah taman yang teduh dengan pusat sebuah lapangan yang pagi itu ramai digunakan anak-anak bermain basket. Di samping lapangan, terdapat bangunan lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) yang halamannya ditanami beberapa batang pohon jati.

Di samping bangunan PAUD itulah pusat kegiatan lingkungan RW 03 Rawajati berdenyut, di Bank Sampah Rawajati. Meski tempat itu menangani sampah, Republika dapat dengan tenang masuk ke sana tanpa khawatir aroma menyengat dari sampah pada lazimnya.

"Kami menjaga sekali jangan sampai ada bau. Karena di sini ada PAUD dan rumah masyarakat," ucap Ketua Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) RW 03 yang juga Ketua Bank Sampah Rawajati, Sylvia Ermita (48 tahun) saat dijumpai, awal Desember 2019 lalu.

Untuk mencegah timbulnya bau, Bank Sampah Rawajati hanya menerima sampah organik yang bisa dikomposkan atau didaur ulang serta sampah anorganik seperti botol plastik. Proses pengomposan sampah organik juga memilik standar proses agar tidak menimbulkan aroma tak sedap.

photo
Ketua Bank Sampah KBA Rawajati, Sylvia Ermita memegang keranjang hasil daur ulang koran bekas pada Sabtu (7/12).

Bau sampah, lanjut Sylvia, biasanya bersumber dari timbunan sampah rumah tangga yang tidak ditangani. Karena itu, untuk sampah rumah tangga, Bank Sampah Rawajati mengimbau warga dan mengharuskan nasabahnya memiliki minimal tiga biopori di rumah masing-masing sebagai tempat mengurai sampah rumah tangga.

Mengajak orang lain untuk mengubah pola pikir, Sylvia mengakui sangat menantang. Namun, ia dan pengurus Bank Sampah Rawajati tidak surut semangat. Pengajian, arisan, hingga momen berpapasan dengan warga setempat selalu jadi ajang mengajak memilah sampah dari rumah.

Saat ini, ada 819 keluarga yang menjadi nasabah terdaftar. Targetnya, satu kelurahan Rawajati atau sekitar 3.000 keluarga bisa seluruhnya jadi nasabah. Meskipun, Slyvia tidak tahu entah kapan target itu bisa tercapai. Yang penting, paradigma warga berubah, bahwa sampah punya nilai.

"Yang utama, warga punya kesadaran pentingnya menjaga lingkungan. Setelah itu naik, mulai mau memilah. Lalu mulai menabung sampah," ungkap Sylvia.

Sylvia berharap, Bank Sampah Rawajati memudahkan warga membuang sampah, terutama yang sudah dipilah. Sehingga, hanya sampah yang benar-benar tidak bisa didaur ulang saja yang berakhir di tempat pembuangan akhir.

Bank Sampah Rawajati bahkan menyediakan layanan jemput sampah. Ada dua armada gerobak motor yang berfungsi untuk itu.

Area Bank Sampah Rawajati terbilang selesa. Saat Republika mengitarinya, ada area pengolahan sampah organik menjadi kompos. Terpisah sekat papan di sampingnya, terdapat area pemilahan dan pengemasan sampah anorganik.

Di depannya, antara area sampah anorganik dengan kantor Bank Sampah Rawajati, ada area duduk-duduk yang dimanfaatkan untuk mengolah sampah kertas dan sampah kemasan makanan. Di seberang kantor, ada area berbatas teralis bercat hijau yang luasnya sekitar tiga perempat lapangan butu tangkis yang menjadi tempat menanam berbagai tanaman obat.

photo
Pengelola Bank Sampah Rawajati, Utami, bersiap melinting koran bekas untuk didaur ulang menjadi keranjang.

Sambil duduk santai di area daur sampah kertas dan melinting korang bekas untuk dijadikan keranjang bernilai jual, Utami (54 tahun) menceritakan, dulu ia ingin memiliki perpustakaan kecil. Makin lama bukunya makin banyak dan Utami kehabisan tempat. Pada 2002, ia terpaksa mengeluarkan sebagian buku dari rumahnya.

"Ada Tabungan Sampah Kering (Tasake) di sini. Ya sudah saya timbang buku-bukunya buat Tasake. Ada tujuh dus," kata Utami.

Dari situ, Utami mulai tertarik memilah sampah kertas untuk ditabung. Pada 2014, saat ada pelatihan daur ulang koran dari Astra, Utami ikut dan menyukainya. Akhirnya, ia memutuskan bergabung di Bank Sampah Rawajati.

"Anak-anak saya sempat bilang, ngapain sih Mama ikut-ikutan ngurus sampah? Eh, sekarang mereka ikut milah sampah juga walaupun belum terjun aktif di Bank Sampah," tutur nenek dari lima cucu itu.

Ia merasakan banyak manfaat dari kegiatan memilah dan mendaur ulang sampah. Utami mengaku waktunya jadi lebih bermanfaat.

Dari ketekunan melinting koran menjadi keranjang, Utami diminta mengajar keterampilan daur ulang di sebuah madrasah tsanawiyah di Kuningan, Jakarta. Sepekan sekali ia mengajar di sana dan sudah lima tahun berjalan.

Meski sudah mahir mendaur ulang koran, Utami tetap menabung sampah. Terakhir angka tabungannya sudah Rp 1,5 juta. "Lumayan, buat umrah," kata Utami sambil tersenyum.

Ia kini mengepul sampah dari tetangga dan mencatatnya. Dari catatan sampah-sampah terpilah itu, tabungan sampah tetangganya dikonversi menjadi rupiah oleh Bank Sampah Rawajati.

photo
Jenis sampah yang laku dijual nasabah di Bank Sampah Rawajati.

Dari laporan-laporan yang Republika telusuri, salah satunya laporan Global Waste Management Outlook yang disusun Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Environment Programme/UNEP 2015) menyebutkan, pemilahan sampah merupakan titik penting dalam proses daur ulang sampah. Pemilihan utamanya dilakukan di sumber asal sampah, termasuk di rumah. Salah satu rekomendasi yang laporan ini berikan adalah menjadikan pengelolaan sampah sebagai isu bersama baik pada skala komunitas, negara, maupun internasional.

Laporan Bank Dunia berjudul Indonesia Marine Debris Hotspot (April 2018), memuat, modal sosial merupakan salah satu hal penting dalam memperbaiki pengelolaan sampah. Modal sosial yang dimaksud antara lain menguatkan peran organisasi berbasis para ibu, mendorong kesadaran masyarakat akan pengelolaan sampah, meningkatkan dan menduplikasi berbagai kegiatan pengelolaan sampah yang dinilai sukses. Hal ini bisa dikolaborasikan dengan kegiatan tanggung jawab sosial korporasi (corporate social responsibility /CSR) untuk meningkatkan skala kegiatan sosial berbasis masyarakat tersebut.

Memberi kail

Kolaborasi korporasi dengan masyarakat itu yang terjalin antara Bank Sampah Rawajati dengan PT Astra International Tbk. Head of Corporate Communications Division Astra Boy Kelana Soebroto menjelaskan, pemberian donasi Astra lakukan dengan selektif agar bantuan yang Astra berikan tidak sia-sia.

Salah satu indikator penting yang diperhatikan adalah sosok penggerak. Astra melihat sosok Ketua PKK RW 03 Rawajati yang konsisten. "Karena kalau tidak ada penggerak, bantuan tidak jalan atau hilang menguap," ungkap Boy.

Astra memberi bantuan bagi empat pilar yakni pendidikan, kesehatan, kewirausahaan, dan lingkungan. Dalam survei, Astra juga melihat potensi daerah sesuai fokus empat pilar tersebut. Karena itu, bantuan Astra bisa beda untuk tiap daerah.

"Kampung Berseri Astra (KBA) Rawajati fokus ke lingkungan, bantuan yang kami berikan adalah yang relevan dengan itu," ucap Boy.

Boy melanjutkan, Astra tidak hanya memberi bantuan berupa fisik, tapi juga pelatihan. Dengan begitu, Astra juga ingin membekali warga di KBA dengan ilmu dan keterampilan.

"Kami punya goal, Sejahtera Bersama Bangsa. Kami tidak cuma kasih modal fisik. Kami punya peribahasa: CSR itu memberi kail, bukan ikan. Jadi memberi yang memberdayakan," ungkap Boy.

Untuk memastikan bantuan yang Astra berikan dapat bermanfaat, Astra memanfaatkan jejaring Grup Astra untuk memantau. Ada 32 koordinator Grup Astra di seluruh Indonesia. Dengan begitu, pemantauan bantuan jadi terukur dan realistis.

Ketua Bank Sampah Rawajati yang juga Ketua PKK RW 03 Rawajati, Sylvia Ermita menjelaskan, upaya yang warga RW 03 Rawajati rintis sejak awal tahun 2000an dalam menata lingkungan melalui manajemen sampah, membuahkan hasil. Pada 2002, Dinas Pertamanan DKI Jakarta memberi bantuan dengan memasangkan pagar bagi taman di depan Bank Sampah KBA Rawajati. Dua tahun kemudian, Pemprov DKI Jakarta menetapkan RW 03 Rawajati sebagai Kampung Agrowisata dan memberi bantuan pembagunan hanggar dan kantor pada 2004.

Karena semangat dan perhatian warga RW 03 terhadap lingkungan, Dinas Pekerjaan Umum Pemprov DKI Jakarta memberikan mesin cacah sampah organik pada 2007. RW 03 Rawajati kemudian menjadi percontohan kampung hijau.

Selain perhatian terhadap lingkungan, PKK RW 03 juga giat menghidupkan berbagai kegiatan melalui empat pilar yakni pendidikan melalui PAUD, pilar kesehatan melalui posyandu, serta pilar kewirausahaan melalui pemberdayaan usaha rumahan milik warga, dan pilar lingkungan sekaligus melalui bank sampah.

Hal tersebut, kata Sylvia, rupanya menarik perhatian Astra. Pada 2013, Astra menggelar pemeriksaan kesehatan gratis bagi RW 03 Rawajati. Kemudian, kolaborasi dengan Astra terjalin via Honda Astra Dewi Sartika yang rutin berkunjung setidaknya sekali dalam sebulan. Astra memberikan pelatihan daur ulang seperti daur ulang sampah koran pada 2014. Pada 2015, Astra menetapkan RW 03 Rawajati sebagai Kampung Berseri Astra (KBA).

"Dari Astra, kami dapat Bintang Pratama atau Bintang 4, jadi sudah membina KBA lain karena sudah menghidupkan empat pilar," ucap Sylvia.

Tak Terlupa, Peran Para Bapak

Sambil mengantar Republika ke pintu setelah berpamitan, Ketua PKK yang juga Ketua Bank Sampah Rawajati, Sylvia Ermita (48 tahun) mengapresiasi peran para bapak yang mau aktif berkegiatan di Bank Sampah Rawajati. "Bapak-bapak di sini juga jempol deh," kata Sylvia.

Sebelumnya, saat mengelilingi Bank Sampah Rawajati, Republika berjumpa dengan beberapa bapak yang berbagi tugas di sana. Ada yang bertugas merawat tanaman obat dalam petak berdinding teralis besi di muka kantor Bank Sampah Rawajati, ada yang bertugas menangani sampah organik, dan ada juga yang menangani sampah gelas dan botol plastik.

Di balik bapak-bapak itu, ada satu sosok bapak yang menjadi inisiator kepedulian lingkungan di sana. Ialah almarhum Samhudi, mantan Ketua RW 03 Kelurahan Rawajati. Sylvia bercerita, Samhudi sangat antusias dan peduli dengan lingkungan. Pak Sam, begitu almarhum biasa dipanggil, mencari cara agar lingkungan RW 03 yang ia ayomi bisa asri.

Bersama Ketua PKK RW 03 saat itu, Ninik Nuryanto, Samhudi mengajak pengurus RW dan pengurus PKK melakukan studi banding ke Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Setelah itu, pengurus RW dan PKK digerakkan untuk membuat taman dan mengolah sampah organik menjadi kompos.

"Kami terkesan sekali. Sekarang kami meneruskan semangat Pak Sam," ucap Sylvia.

Seorang bapak yang masih aktif menangani sampah organik, Wahid (63 tahun), kata Sylvia, sudah aktif di Bank Sampah Rawajati sejak ia bergabung pada 2007. "Pak Wahid ini sangat setia bersama kami," kata Sylvia.

Wahid sendiri bercerita, mendiami RW 03 Rawajati pada tahun 2000an, ia juga seperti warga lain, hanya aktif ikut kerja bakti. Makin hari seiring bertambahnya usia, Wahid merasa perlu tetap sibuk. Karena itu ia bergabung dengan Bank Sampah Rawajati. "Supaya enggak pikun," kata pria asal Tegal, Jawa Tengah itu.

Ia ingat, setelah almarhum Samhudi menggiatkan memilah sampah dan memberi harga untuk tiap sampah yang bisa didaur ulang, warga ramai memilah dan mengajukan barang ini itu untuk dijual di sana. Dibuatlah Tabungan Sampah Kering atau Tasake pada 2002. Kesuksesan Tasake bahkan diapresiasi istri mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.

Belasan tahun aktif di Bank Sampah Rawajati, Wahid mengaku suka duka selalu ada, lazimnya kegiatan lain. "Saya kan pendidikannya rendah. Tapi yang datang ke sini anak-anak pendidikan tinggi. Saya belajar praktik, mereka belajar teori. Apa yang saya tidak paham, mereka memahamkan. Saya senang di situ, jadi belajar," ungkap Wahid.

Wahid juga menjelaskan, tiap hari, Bank Sampah Rawajati bisa menerima enam gerobak sampah. Setelah dipilah, yang bisa diolah biasanya hanya lima gerobak dan satu gerobak menyisakan residu.

Residu akan dipilah lagi. Residu yang bisa didaur ulang, Bank Sampah Rawajati akan mengangani. Untuk residu yang tidak bisa didaur ulang, Bank Sampah Rawajati akan mengirimkannya ke Bank Sampah Induk (BSI) Gesit di Menteng, Jakarta. Selain itu, petugas dari UPK Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang bertugas di Bank Sampah Rawajati juga terkadang mengambil residu sampah untuk diolah kembali oleh UPK Badan Air.

photo
Pengelola Bank Sampah Rawajati, Indra Hermawan, tengah memilah dan membersihkan botol-botol plastik.

Seorang bapak lainnya, Indra Hermawan (50 tahun), bertugas memilah sampah anorganik berupa gelas dan botol plastik. Botol plastik yang masuk ke Bank Sampah Rawajati akan dipisahkan dari tutup dan labelnya. Inilah yang disebut botol bersih. Sementara gelas plastik bersih adalah gelas plastik yang sudah dibersihkan tutupnya.

Nasabah yang membawa botoh bersih ke Bank Sampah Rawajati akan mendapat Rp 2.000 per kg. Gelas plastik bersih harganya Rp 2.500-Rp 3.000 per kg. Makin tekun memilah dan membersihkan, harga sampah yang diterima nasabah bisa semakin baik.

"Warga di sini antusias. Bahkan ada nasabah dari luar daerah sini yang ikut," kata Indra.

Botol dan gelas plastik bisa dicacah menggunakan mesin pencacah plastik di Bank Sampah Rawajati. Hasil cacahan kemudian dijual kembali. Sayangnya, kata Indra, saat ini mesin pencacah plastik sedang tidak bisa digunakan. Sehingga botol dan gelas plastik yang terkumpul, telah dipilah dan dibersihkan akan dikemas dan dijual ke BSI Gesit di Menteng, Jakarta Pusat. Setiap pekan, Bank Sampah Rawajati bisa menyetor satu truk ukuran empat kubik ke sana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement