Ahad 29 Dec 2019 22:34 WIB

Terkait Buang Sampah Berbayar, Sekda Depok Datangi Warga

Sejumlah warga menolak kebijakan buang sampah berbayar.

Rep: Rusdi Nurdiansyah/ Red: Muhammad Hafil
Sejumlah pemulung mengais sampah di TPA Cipayung, Depok, Jawa Barat, Kamis (19/9).
Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Sejumlah pemulung mengais sampah di TPA Cipayung, Depok, Jawa Barat, Kamis (19/9).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK--Terkait rencana Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok yang akan menerapakan buang sampah berbayar yang dimulai pada awal Januari 2020 mendapat penolakan warga Komplek Perumahan Permata Regency Depok.

Hal itu terungkap saat Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Depok, Hardiono melakukan acara Ngopi Bareng Sekda Depok di Masjid Almarjan, Komplek Perumahan Permata Regency Depok, Kelurahan Ratu Jaya, Kecamatan Cipayung, Kota Depok, Ahad (29/12).

Baca Juga

Kegiatan Ngopi Bareng Sekda Kota Depok dihadiri Ketua RW 10 dan 11, para ketua RT serta warga. "Warga keberatan akan diberlakukan buang sampah bertarif," kata salah seorang warga dan juga pengurus masjid, Hendra.

Menurut Hendra dalam dialog tersebut mengutarakan bahwa warga Kompleks Permata Regency Depok sudah melakukan pemilahan sampah sejak enam tahun yang lalu. "Kami sudah berhasil melakukan pemilahan sampah baik organik dan non organik. Jadi kalau diberlakukan tarif warga akan malas melakukan pemilahan sampah," terangnya.

Sekda Kota Depok, Hardiono menjelaskan, kebijakan penerapan buang sampah bertarif sudah diatur dalam peraturan daerah (Perda) No 5 Tahun 2012 tentang Pelayanan Persampahan Kebersihan.

Dalam Perda Perubahan tersebut, ditetapkan besaran retribusi sampah yang akan dibayar warga. Pembayaran retribusi sampah dibagi menjadi dua dalam Perda yakni pertama, Non Perumahan atau Pemukiman Tidak Teratur. Kedua, Perumahan atau Pemukiman Teratur. "Tarif pembuangan sampah tersebut sudah diatur di Perda retribusi pembuangan sampah," terangnya.

Kepala Bidang (Kabid) Kebersihan DLHK Kota Depok, Iyay Gumilar menjelaskan, pembayaran retribusi bervariasi sesuai luas bangunan. Tarif untuk Non Perumahan atau Pemukiman Tidak Teratur dikenakan tarif berdasarkan luas bangunan.

Pertama, lebih kecil atau sama dengan 100 meter persegi (m2) dikenakan Rp 7.000 per bulan. Kedua, luas 101 m2 hingga dengan 200 m2 dikenakan Rp15 ribu per bulan. Ketiga, luas bangunan 201 m2 hingga dengan 300 m2 dikenakan biaya Rp 25 ribu per bulan. Terakhir, luas bangunan diatas 300 m2 dikenakan tarif Rp 40 ribu per bulan.

Kemudian, restribusi jenis Perumahan Teratur juga dikenakan tarif sesuai dengan luas bangunan. Pertama, 21 m2 hingga dengan 100 m2 tarifnya Rp 20 ribu per bulan. Kedua, luas 101 m2 hingga dengan 200 m2 biayanya Rp 25 ribu per bulan. Ketiga, bangunan diatas 201 m2 hingga dengan 300 m2 biayanya Rp 50 ribu per bulan dan terakhir, bangunan diatas 300 m2 tarifnya Rp 70 ribu per bulan. "Sosialisasinya sedang dilakukan dan akan diterapkan Januri 2020," terang Iyay.

Terkait sistem pembayaran masih secara manual. “Kalau perumahan tergantung kesepakatan lingkungan. Sementara non perumahan, pembayarannya rata-rata dari ketua lingkungan dan RW. Jadi nanti dari ketua RW bisa langsung ke kas daerah atau petugas retribusi," pungkas Iyay.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement