Ahad 29 Dec 2019 18:32 WIB

ICW: Vonis Ringan Koruptor Marak Selama 2019

ICW: Vonis Ringan Koruptor Marak Selama 2019

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Nur Aini
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan komitmen antikorupsi Mahkamah Agung (Agung). Menurut ICW, vonis ringan terhadap pelaku korupsi kembali terjadi pada 2019.  Selain itu, pemberian diskon hukuman juga marak terjadi di tingkat Peninjauan Kembali (PK). 

"Tidak bisa dibantah bahwa Mahkamah Agung (MA) tidak lagi dianggap lembaga pemberi keadilan untuk kasus korupsi sejak ditinggal Artidjo Alkostar," kata Aktivis ICW, Kurnia Ramadhani di Kantor ICW, Ahad (29/12).

Baca Juga

Dalam catatan ICW, pada 2019, ada dua putusan yang cukup fatal bagi pemberantasan korupsi. Pertama, vonis lepas terdakwa kasus BLBI, Syafruddin Arsyad Tumenggung - mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional-pada tingkat kasasi. Kedua, vonis bebas terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, Sofyan Basir – mantan Direktur PLN-pada persidangan tingkat pertama. 

"Dua putusan ini seakan meruntuhkan kerja keras penegak hukum untuk mengungkap skandal korupsi tersebut," kata Kurnia.

Sepanjang Desember, Mahkamah Agung juga memberikan pengampunan terhadap dua terdakwa korupsi, yakni Idrus Marham dari 5 tahun menjadi 2 tahun penjara dan Lucas dari 5 tahun menjadi 3 tahun penjara.

"Ini membuktikan bahwa lembaga peradilan tidak lagi berpihak pada pemberantasan korupsi," ujarnya.

Menurut ICW, seruan dari Ketua Mahkamah Agung untuk menjadikan putusan tindak pidana korupsi mengedepankan aspek penjeraan bagi pelaku juga minim. Tren hukuman ringan melalui upaya hukum luar biasa peninjauan kembali juga meningkat drastis pada 2019.

Sepanjang 2019, ICW mencatat setidaknya ada enam putusan yang meringankan narapidana korupsi, mulai dari Irman Gusman, Choel Mallarangeng, Suroso, Tarmizi, Patrialis Akbar, dan Sanusi. Selain itu, gelombang narapidana korupsi yang mencoba peruntungan melalui peninjauan kembali pun tak kalah banyak, saat ini saja terdapat 23 pelaku korupsi yang sedang berproses di Mahkamah Agung. 

ICW pun meminta agar MA segera berbenah. Hal itu karena, bagaimana pun beberapa waktu lalu publik masih mengingat secara jelas bagaimana hakim yang menyidangkan kasasi BLBI dijatuhi sanksi etik karena diduga bertemu dengan pengacara terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung.

"Bukan tidak mungkin vonis ringan selama ini dijadikan bancakan untuk melakukan kejahatan korupsi oleh oknum di Pengadilan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement