REPUBLIKA.CO.ID, oleh Irfan Junaidi dari Xinjiang, Cina
Pertemuan hangat di Gedung Gubernur Xinjiang, Cina, banyak diwarnai perbincangan tentang keterkaitan situasi keamanan dan pertumbuhan ekonomi. Wakil Gubernur Xinjiang, Azken Tuniyazi memimpin pertemuan dengan didampingi jajaran pemerintahan secara lengkap.
Pada kesempatan itu dia banyak menjelaskan soal situasi Xinjiang yang dalam tiga tahun terakhir sudah lebih stabil. Hal ini berdampak besar dalam mendorong kemajuan ekonomi di wilayahnya.
Presiden Direktur Adaro Energy, Garibaldi Thohir, yang duduk bersebelahan dengan Azken, menyimak setiap penjelasan soal Xinjiang. Dia pun mengaku kagum dengan pesatnya perkembangan ekonomi di wilayah tersebut.
Sebagai provinsi terbesar yang berada di ujung Barat Laut negara Cina, Xinjiang tidak bisa dikatakan terpencil. Di sini berdiri gedung gedung pencakar langit. Jalanannya pun lebar dan dipenuhi banyak kendaraan.
Baca juga: Rajutan Harmoni yang Mendorong Ekonomi Xinjiang
Showroom mobil mobil mewah juga terlihat berdiri megah, bahkan sebagian di antaranya berukuran lebih besar dari showroom merek serupa di Jakarta. Kereta bawah tanah juga tersedia untuk menghubungkan pusat kota dengan bandara Xinjiang.
Garibaldi yang akrab disapa Boy mengaku salah prediksi. Sebelum menyaksikan langsung, dia membayangkan Xinjiang kondisinya terpencil dan tertinggal. Penerbangan dari Ibukota Beijing menuju provinsi ini memakan waktu 4 jam. Jalan darat yang bisa ditempuh dari Beijing menuju Urumqi (ibukota Xinjiang) sekitar 10 ribu kilometer.
"Harusnya kita riset dulu sebelum datang ke sini. Supaya estimasinya nggak keliru," ujar Boy. Yang dia saksikan ternyata jauh lebih maju dari yang dia bayangkan sebelumnya. Meski berada di pinggiran, Xinjiang termasuk salah satu provinsi kaya di Cina.
Tak hanya di sektor ekonomi, layanan publik di provinsi ini juga terus tumbuh. Tahun 1995, Xinjiang hanya memiliki 425 sarana olahraga dan satu perpustakaan. Begitu mengakhiri tahun 2017, Xinjiang sudah memiliki 112 perpustakaan, 173 museum, 57 galeri seni, 119 pusat kebudayaan, 302 stasiun radio dan televisi. Di tahun 2017, sarana olahraganya sudah menjadi 29.600 unit.
Dengan kondisi seperti ini, Boy mengaku akan mengusulkan kepada pemerintah Indonesia untuk dibuka kemungkinan kerja sama antara Indonesia dengan Xinjiang. "Dari sektor wisata misalnya, kita bisa kerja sama pertukaran pengunjung," tutur dia.
Dari Xinjiang, pihaknya mengaku bisa belajar bahwa staibilitas itu penting bagi perekonomian. Dengan situasi yang stabil, menurut dia, wisatawan menjadi banyak datang, buat investasi juga menjadi menarik.
Duta Besat Republik Indonesia untuk Cina, Djauhari Oratmangun menyebutkan bahwa banyak hal yang bisa dipelajari dari Cina. "Saya udah datangi Huawei, Tencen, Alibaba, dan rata rata mau kerja sama dengan Indonesia," tutur dia.
Sebaliknya, Djauhari juga mengaku terus mengampanyekan produk Indonesia di Cina. Dia selalu menyiapkan souvenir yang dikemas khusus untuk tamu tamu KBRI Beijing. Souvenir itu berupa produk asli Indonesia seperti kopi, sambal, juga sarang walet.
Selain kerja sama ekonomi, pihaknya juga menjalankan terus people to people diplomacy. Pertukaran misi kebudayaan juga terus dijalankan. Saat ini menurutnya di Cina sudah berdiri pusat studi bahasa Indonesia di 10 universitas.
Khusus soal Xinjiang, Djauhari sudah menyarankan kepada pemerintah Cina untuk menghadirkan kalangan lembaga negara seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan kalangan tokoh agama. Dengam begitu, kata Djauhari, mereka bisa melihat langsung apa yang terjadi si Xinjiang.
Boy kembali mengungkapkan bahwa antara Xinjiang dan Indonesia bisa saling melengkapi. "Saya mendapat informasi bahwa Indonesia mengimpor katun dari Amerika. Sementara Amerika impor katun dari Xinjiang," tutur dia. Dengan kondisi tersebut, menurutnya, Indonesia bisa langsung transaksi katun tanpa lewat Amerika.
Pelajaran yang didapatkan dari Xinjiang ini akan disampaikannya kepada kalangan dunia usaha dan pemerintah. Dia berharap antara Indonesia dan Xinjiang bisa terjalin kerja sama yang saling menguntungkan. Dengan demikian stabilitas kedua pihak makin kuat, dan perekonomian semakin maju.
(Bersambung)