REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Aparat Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta menggagalkan peredaran narkoba jenis tembakau gorila dengan berat 156,22 gram. Narkoba tersebut siap diedarkan oleh seorang pengemudi ojek daring berinisial EF (32 tahun).
"Tembakau gorila itu siap diedarkan saat perayaan Natal 2019 dan Tahun Baru 2020," kata Wakil Direktur Ditresnarkoba Polda DIY AKBP Bakti Andriyono saat jumpa pers, di Mapolda DIY, Kamis (26/12).
Menurut Bakti, EF ditangkap pada 18 Desember di rumah kontrakannya di Condongcatur, Depok, Sleman. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari pelaku, EF telah memesan tembakau gorila sebanyak dua kali melalui media sosial dan berencana menjualnya melalui media sosial dan sistem bayar di tempat (COD).
Bakti menduga pelaku yang merupakan pengemudi ojek daring melakukan pekerjaannya sembari mengedarkan narkoba. "Biasanya untuk dipakai sendiri, tetapi ternyata ada rencana menjualnya," kata dia.
Menurut dia, penangkapan EF merupakan hasil operasi cipta kondisi menjelang Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 yang digelar sejak 23 Desember hingga 31 Desember 2019. Selain meringkus EF, selama operasi itu Satuan Ditresnarkoba Polda DIY juga menangkap INR (32) yang hendak mengedarkan psikotropika dan obat-obatan terlarang daftar G.
Menurut Bakti, INR yang merupakan warga Condongcatur, Depok, Sleman hendak menggunakan obat-obatan itu untuk dikonsumsi sendiri dan berencana mengedarkannya. INR ditangkap pada 23 Desember, saat dirinya hendak mengambil paket yang ia pesan melalui media sosial di sebuah jasa pengiriman barang di Umbulharjo, Yogyakarta.
Polisi dari tangan INR, berhasil menyita sejumlah barang bukti psikotropika dan obat terlarang daftar G, yakni 122 butir alprazolam, 49 butir riklona, 184 butir dexa, 184 butir tramadol, dan 3.144 butir trihexipenidyl. "Tersangka juga sudah mengemas 10 butir trihexipenidyl untuk dijual seharga Rp 30 ribu," kata dia.
Atas perbuatannya, EF dijerat dengan pasal 122 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Permenkes RI Nomor 44 Tahun 2019 dengan ancaman hukuman paling lama 12 tahun penjara. Sedangkan INR dijerat dengan pasal 62 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, dan pasal 197 UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.