REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Ketua Lembaga Falakiyah PWNU Jawa Timur Samsyul Maarif mengungkapkan, fenomena gerhana matahari cincin (GMC) di Surabaya hanya terlihat 73,8 persen. Karena, kata dia, tidak semua wilayah di Indonesia bisa melihat fenomina langka ini secara utuh atau maksimal.
"Di sini (Surabaya) bisa dilihat 73,8 persen magnutidonya. Kondisi di Surabaya pasti berbeda dengan wilayah lain seperti Jakarta," kata Syamsul ditemui di Masjid Nasional Al-Akbar, Surabaya, Kamis (26/12).
Lebih lanjut Samsyul Marif menjelaskan, untuk wilayah Indonesia, Gerhana Matahari Cincin hanya bisa terlihat di sebagian besar wilayah yang berada di jalur khatulistiwa, seperti lima daerah di Riau. Kelima daerah tersebut, yakni Pasir Pengaraian, Kabupaten Rokan Hulu, Dumai, Pulau Padang Kabupaten Bengkalis dan Selat Panjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kabupaten Siak.
"Lingkaran cincin dilihat dari Surabaya hanya 73,8 persen, kebanyakan yang full bisa lihat ada di garis khatulistiwa seperti Kabupaten Siak, Riau," ujar Syamsul.
Warga Surabaya yang menyaksikan gerhana matahari cincin di halaman Masjid Nasional Al-Akbar, Jalan Masjid Agung, Pagesangan, Jambangan, Surabaya, Kamis (24/12).
Meski demikian, lanjut Syamsul, kondisi cuaca juga akan memengaruhi pandangan. Jika tertutup awan atau mendung, fenomena itu tidak akan terlihat, sekalipun menggunkan alat bantu seperti teleskop.
"Cuaca juga pengaruhi pandangan. Kalau sudah tertutup awan tidak akan bisa meliat fenomena tersebut," kata Syamsul.
Syamsul mengimbau, bagi masyarakat yang ingin menyaksikan gerhana matahari cincin, agar tidak menyaksikannya dengan mata telanjang, karena bisa merusak mata. Untuk itu, dia menyarankan menggunakan teropong maupun alat bantu.
"Kalau ingin melihat GMC harus menggunakan alat bantu seperti teropong maupun kacamata khusus. Tidak disarankan dengan mata telanjang karena akan merusak mata," kata Syamsul.