Kamis 26 Dec 2019 10:07 WIB

1.131 Anak di Kaltim Menikah Dini

Data BPS, 1 dari 4 anak perempuan telah menikah pada usia di bawah 18 tahun.

Kampanye Gerakan Setop Perkawinan Anak. (Ilustrasi)
Foto: Aditya Pradana Putra/Antara
Kampanye Gerakan Setop Perkawinan Anak. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Sebanyak 1.131 anak di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berdasarkan data yang dirilis pihak berwenang menikah di bawah umur. Karena itu, pihak terkait harus terus melakukan pembinaan dari berbagai sisi mengingat dampak negatifnya pernikahan dini sangat banyak.

"Khusus di Samarinda, berdasarkan data BPS bahwa 1 dari 4 anak perempuan telah menikah pada usia di bawah 18 tahun," ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Halda Arsyad di Samarinda, Kamis (26/12).

Baca Juga

Sedangkan 1.131 anak Kaltim yang telah menikah di bawah umur itu adalah di tahun 2017 terjadi 542 pernikahan dengan rincian 470 perempuan dan 72 laki-laki. Kemudian pada 2018 tercatat 589 perkawinan anak, terdiri dari 491 perempuan dan 98 laki-laki.

Ia menjelaskan, perkawinan anak dapat terjadi karena beberapa hal. Sebab, faktor kemiskinan, pendidikan yang terbatas, budaya yang mengikat, dan perubahan tata nilai dalam masyarakat.

Ia juga mengatakan, terdapat lima alasan mengapa perkawinan anak dilarang, pertama karena perkawinan anak menjadi penyebab tingginya angka perceraian, kedua adalah akan berdampak buruk terhadap kualitas SDM Indonesia. Dampak ketiga adalah akan munculnya kekerasan dalam rumah tangga, keempat bisa menyebabkan tingginya angka kematian ibu, kelima adalah dapat menghambat agenda pemerintah seperti program KB dan tercapainya generasi berencana (Genre).

Untuk menekan jumlah pernikahan dini, pihaknya terus melakukan berbagai langkah. Di antaranya beberapa hari lalu menggelar sosialisasi bertema Edu-Aksi untuk Siswa, bertajuk Pencegahan Perkawinan Anak. Giat ini diikuti sekitar 100 siswa SMA dan SMP.

Menurutnya, ketika ingin melakukan pernikahan, banyak hal yang perlu dipertimbangkan karena dalam membangun rumah tangga bersifat jangka panjang bahkan seumur hidup, maka perkawinan harus dilakukan dengan kesiapan mental dan fisik. "Menurut revisi UU Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan dianggap sah bila perempuan dan laki-laki telah berumur 19 tahun. Pemerintah dalam mengatur batas usia seseorang untuk menikah didasari oleh pertimbangan tertentu, misalnya kesehatan reproduksi maupun kesiapan mentalnya," ucap Halda.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement