Rabu 25 Dec 2019 17:21 WIB

Sawah di Kabupaten Indramayu Masih Kekurangan Air

Petani Kabupaten Indramayu menggunakan persemaian kering karena kekurangan air.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Nur Aini
Petani menanam benih padi dengan mesin penanam (transplanter) di lahan persawahan (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Petani menanam benih padi dengan mesin penanam (transplanter) di lahan persawahan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Memasuki akhir Desember 2019, areal persawahan di Kabupaten Indramayu masih kekurangan pasokan air. Ribuan hektare sawah pun terpaksa menggunakan persemaian kering untuk musim tanam rendeng (penghujan) 2019/2020.

Kondisi itu seperti yang terjadi di Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Di kecamatan tersebut, ada sembilan desa yang kini melaksanakan persemaian kering. Desa tersebut yaitu Desa Pranti, Curug, Girang, Ilir, Bulak, Karanganyar, Wirakanan, Panjunan dan Karangmulya.

Baca Juga

‘’Luas arealnya ada sekitar 5.000 hektare,’’ ujar Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Kandanghaur, Waryono, kepada Republika.co.id, Rabu (25/12).

Waryono mengatakan, persemaian kering terpaksa dilakukan karena curah hujan saat ini masih sangat rendah di daerah tersebut. Hal itu ditambah pasokan air dari berbagai sumber air, seperti Waduk Jatigede, Jatiluhur maupun Cipanas, juga masih minim. Apalagi, wilayah Kecamatan Kandanghaur merupakan daerah paling ujung dari layanan ketiga sumber air tersebut.

Waryono mengatakan, persemaian kering biasanya hanya dilakukan di sejumlah desa di Kecamatan Kandanghaur setiap tahunnya. Namun pada akhir tahun ini (permulaan musim tanam rendeng),  areal yang melaksanakan persemaian kering lebih luas. Pasalnya, hingga akhir Desember 2019, pasokan air baik dari hujan maupun irigasi, masih sangat kurang.

‘’Musim tanam saat ini pun sudah mundur dari biasanya. Karena itu, petani terpaksa gunakan semai kering supaya bisa segera memulai tanam,’’ kata Waryono.

Menurut Waryono, dengan persemaian kering yang dilaksanakan saat ini, maka tanam baru akan bisa dilaksanakan pada 20 – 30 Januari 2020. Namun, tanam itupun baru akan bisa terealisasi jika pasokan airnya mencukupi. Jika tidak, maka persemaian yang sudah dilakukan nantinya tidak akan bisa ditanam.

Waryono menjelaskan, umur persemaian sebelum ditanam idealnya hanya di kisaran 20 – 25 hari, atau maksimal 30 hari. Jika lebih dari itu, maka umur persemaian akan terlalu tua untuk ditanam sehingga nantinya akan berdampak pada kurangnya hasil panen.

Waryono mengungkapkan, petani sebenarnya lebih suka menggunakan persemaian basah dibandingkan persemaian kering. Pasalnya, persemaian kering membuat modal yang dikeluarkan petani menjadi lebih besar dibandingkan persemaian basah.

Dengan persemaian kering, pengolahan tanah memerlukan waktu yang lebih lama. Selain menggunakan traktor, persemaian kering juga membutuhkan jumlah buruh tani yang lebih banyak sehingga upah untuk membayar mereka lebih besar.

Tak hanya itu, persemaian kering juga memerlukan benih yang lebih banyak, yakni di kisaran 30 – 40 kilogram per hektare. Sedangkan dengan persemaian basah, maka benih yang dibutuhkan hanya sekitar 15 kilogram per hektare.

‘’Selain di Kandanghaur, persemaian kering juga dilakukan petani di Kecamatan Losarang maupun Gabuswetan,’’ tutur Waryono.

Wakil Ketua KTNA Kabupaten Indramayu, Sutatang, membenarkan adanya teknik persemaian kering yang dilakukan petani di sejumlah daerah di Kabupaten Indramayu. Hal itu dilakukan di daerah-daerah yang memang kekurangan air.

‘’Curah hujan saat ini masih rendah dan pasokan air irigasi juga masih belum cukup,’’ kata Sutatang.

Sutatang menambahkan, akibat terkendala air itu, pelaksanaan musim tanam rendeng 2019/2020 di Kabupaten Indramayu saat ini masih minim. Bahkan, banyak yang belum melakukan pengolahan tanah sama sekali.

‘’Kami berharap hujan segera normal dan pasokan air cukup untuk pelaksanaan musim tanam,’’ kata Sutatang. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement