Selasa 24 Dec 2019 16:51 WIB

YLKI Desak Pemerintah Perbaiki Uji Kir

Jika praktik uji kir masih terus dipermainkan, YLKI dorong swastanisasi uji kir.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolanda
Petugas gabungan dari SAR Pagaralam, TNI, Polri, BPBD dan Tagana melakukan evakuasi korban kecelakaan Bus Sriwijaya dengan rute Bengkulu - Palembang yang masuk jurang di Liku Lematang, Prahu Dipo, Dempo Selatan, Pagaralam, Sumatera Selatan, Selasa (24/12/2019).
Foto: Antara/Dok Basarnas Palembang
Petugas gabungan dari SAR Pagaralam, TNI, Polri, BPBD dan Tagana melakukan evakuasi korban kecelakaan Bus Sriwijaya dengan rute Bengkulu - Palembang yang masuk jurang di Liku Lematang, Prahu Dipo, Dempo Selatan, Pagaralam, Sumatera Selatan, Selasa (24/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyampaikan duka yang mendalam atas kecelakaan yang menimpa PO Bus Sri Wijaya di Pagar Alam, Sumatera Selatan (Sumsel), yang menewaskan 25 orang penumpangnya. YLKI mendesak kepolisian dan Kemenhub serta Dishub setempat segera mengusut penyebabnya. 

"Ini adalah tragedi di saat masyarakat merayakan libur panjangnya," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi di Jakarta, Selasa (24/12).

Baca Juga

YLKI, kata Tulus, menduga dengan kuat penyebabnya adalah antara rem blong (technical factor) dan atau human factor atau faktor manusia. Faktor manusia, katanya, lazim menjadi penyebab utama kecelakaan bus umum, entah karena kelelahan, mengantuk, atau juga ngebut, ugal-ugalan.

YLKI mendesak pemerintah untuk memperbaiki praktik uji kir. Selama ini, kata Tulus, praktik uji kir lebih banyak formalitasnya. Tulus menduga adanya permainan patgulipat antara pemilik PO Bus, pengemudi, dengan oknum petugas dinas perhubungan sehingga banyak kendaraan umum yang sejatinya tidak laik jalan, tetapi tetap beroperasi di jalan raya, apalagi saat peak session. Tulus menilai apabila praktik uji kir tak beranjak dari anomali semacam itu, sebaiknya uji kir diswastanisasi saja, diserahkan pada bengkel yang punya kompetensi dan disertifikasi.

"Pembiaran uji kir semacam itu hanya akan menjadikan 'arisan nyawa' bagi penumpang angkutan atau bus umum," ucap Tulus.

Selain itu, menurut Tulus, harus ada sistem yang bisa memaksa agar pengemudi istirahat dalam mengemudi per 3-4 jam waktu mengemudi. Dengan era digital seperti sekarang, sangat mudah mengontrol dan memaksa pengemudi istirahat dalam menjalankan kendaraannya. Tulus berpandangan sudah waktunya penumpang bus umum mendapatkan jaminan keamanan dan keselamatan saat menggunakan kendaraan umum.

"Negara bertanggungjawab mewujudkan pelayanan bus umum yang selamat, aman dan nyaman, bukan sebaliknya," kata Tulus menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement