REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt Gomar Gultom menyesalkan adanya larangan rayakan natal di Kabupaten Dharmasraya. Peristiwa tersebut, menurutnya, sudah terjadi sejak lama.
"Tapi yang paling saya sesalkan adalah pernyataan-pernyataan para pejabat termasuk menteri agama, lalu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten di tempat itu yang bersembunyi di balik kesepakatan masyarakat, itu sangat kita sesalkan," kata Gomar kepada Republika.co.id, Senin (23/12).
Ia mengatakan apa yang terjadi tidak layak disebut sebagai sebuah kesepakatan. Umat Kristen di sana pada waktu itu ada pada suasana tertekan. "Dan kesepakatan itu dibuat, dalam artian ini kan sebetulnya sangat semu itu, sangat artifisial kesepakatannya," ujarnya.
Ia mendesak agar pemerintah, dalam hal ini menteri agama, gubernur, hingga bupati setempat, memerintahan untuk mencabut kesepakatan itu. Bukan malah berlindung di balik kesepakatan.
"Saya merasa menteri agama, gubernur, bupati dan para pejabat yang mengeluarkan pernyataan dibalik kesepakatan ini hanyalah melemparkan tanggung jawab. sebagai aparatur negara," tegasnya.
Sebelumnya kasus pelarangan merayakan natal yang dialami sejumlah umat Kristiani di Kabupaten Dharmasraya menuai kecaman Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan pelarangan perayaan Natal adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama di Sumatera Barat, Hendri dalam siaran persnya hari Ahad (22/12), menyatakan pemerintah setempat hanya membatasi perayaan natal di luar tempat ibadah. Ia juga mengatakan keputusan ini adalah hasil kesepakatan dengan sejumlah kelompok dan forum umat beragama, yang sepakat untuk merayakannya di rumah masing-masing.
"Pelaksanaan ibadah umat Kristen tidak dilarang. Namun, kalau berjamaah silakan dilaksanakan di tempat resmi yang sudah disepakati," katanya.