REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zainur Mahsir Ramadan dan Kiki Sakinah
JAKARTA -- Munculnya adegan ciuman sesama perempuan di Star Wars: The Rise of Skywalker agaknya sejalan dengan misi Disney merangkul lebih banyak komunitas, termasuk LGBTQ. Sutradara JJ Abrams mengatakan sebelum film ditayangkan, kalau adegan tersebut memang sengaja diadakan sebagai bagian dari representasi komunitas LGBTQ.
"Dalam kasus komunitas LGBTQ, sangat penting bagi saya kalau penonton yang pergi melihat film ini merasa diwakili dalam film," tutur Abrams, dikutip dari The Hollywood Reporter.
Star Wars dibuat Lucasfilm bersama Disney. Disney sejak beberapa tahun ini memang tampak lebih ingin menarik komunitas LGBT dalam film-filmnya.
Tahun ini lewat Avengers: Endgame, Disney dan Marvel mengumumkan secara terbuka adanya karakter LGBT di film. Sutradara Joe Russo mengatakan, representasi LGBT sangat penting dan ia bahagia keinginannya diakomodasi oleh Disney.
"Kami sudah membuat empat film Avengers dan sangat penting bagi kami ada karakter LGBT terwakili di salah satu film," katanya. Karakter tersebut namun ditampilkan sangat singkat, mungkin sebagian penonton tidak menyadarinya. Hampir mirip dengan adegan LGBT di Star Wars.
Disney pertama kali ini membuat perhatian dengan karakter LGBT lewat film live-action Beauty and the Beast. Adegan LGBT juga dibuat sangat singkat yakni saat karakter LeFou berdansa dengan lelaki lain.
Adegan tersebut sudah cukup menimbulkan boikot dan penolakan penayangan di bioskop. Lembaga Sensor Malaysia meminta Disney memotong adegan Beauty and the Beast sepanjang empat menit 38 detik. Disney meresponsnya dengan menarik peredaran film di Malaysia.
Di Indonesia, film tersebut tetap tayang. Sama seperti Star Wars terbaru yang dianggap lolos sensor karena menayangkan adegan ciuman sesama perempuan.
Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Ahmad Yani Basuki beranggapan bahwa, adegan ciuman sesama perempuan di akhir film Star Wars terbaru, tidak merepresentasikan LGBT. Sebab, secara keseluruhan adegan tersebut hanya merupakan euphoria dari kemenangan setelah berperang.
“Film itu tidak mempromosikan LGBT seutuhnya,” ujar dia ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (20/12).
Salah satu adegan Star Wars: The Rise of Skywalker.
Ketika ditanya terkait upaya pemotongan adegan LGBT di Film, ia menjelaskan LSF akan memotong adegan, tergantung dari apa konteks yang dimaksud. Jika, konteksnya hanya menunjukkan rasa menyayangi saudara seperti di saga terbaru Star Wars, tentu tidak masalah.
Terkait adegan ciuman sesama jenis menjelang akhir film itu, ia menyebut bahwa tidak ada konteks negatif di dalamnya. “Itu tidak terkait dengan LGBT, hanya menunjukkan rasa keberhasilan dan juga bukan sedang bermesum-mesum,” kata dia.
Dia menuturkan, dalam film yang menggambarkan peperangan itu, semua tokoh mencurahkan ekspresinya dengan cara masing-masing. Dengan alasan tersebut, LSF tidak memandangnya sebagai promosi LGBT.
Namun demikian, jika dirasa mengganggu masyarakat, pihaknya akan mempertimbangkan setiap upaya yang diperlukan. “Apapun yang dilihat oleh masyarakat tentu menjadi perhatian kami,” jelas dia.
Dikutip dari South China Morning Post, Singapura telah memastikan menyensor adegan di Star Wars terbaru. Juru bicara dari lembaga pengaturan media di Singapura namun tidak merinci adegan mana yang dimaksud.
Alasan sensor adalah Star Wars: The Rise Of Skywalker masuk kategori film PG13. Artinya masuk ke klasifikasi film yang harus diperhatikan betul tiap adegannya karena harus di bawah pengawasan orang tua oleh penonton usia 13 tahun ke atas. Di bawah panduan tersebut adegan LGBT hanya boleh ada di film bagi 18 tahun ke atas. Sedangkan Singapura mengatur film dengan fokus ke homoseksualitas masuk ke kategori film bagi 21 tahun ke atas.
Meski adegan LGBT mengkhawatirkan sejumlah pihak, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti beranggapan adegan yang mempertontonkan kekerasan dalam film dirasa lebih mengkhawatirkan. Ia menilai adegan seks atau ciuman LGBT dalam film juga amat disayangkan bagi anak-anak.
“Ciuman itu memang kerap terjadi dari film keluaran luar negeri. Walaupun sepintas,” kata dia.
Ketika ditanya terkait adegan ciuman sesama jenis dari film Saga penutup trilogi Skywalker, Star Wars: The Rise of Skywalker, ia belum menjawabnya karena belum menonton. Namun demikian, ia menegaskan bahwa hal tersebut cukup disayangkan.
Sebab, film dengan rating 13 malah menonjolkan kesan seperti itu. Bahkan sambung dia, meski rating tersebut 13, nyatanya banyak anak di bawah usia 13 tahun yang ikut menonton film tersebut.
“Ini peran orang tua dan pihak bioskop khususnya juga harus ikut memberitahu. Tapi mungkin karena bisnis, jadi tidak dilakukan,” katanya.
Kepada Republika.co.id dia menegaskan, hal serupa juga sebenarnya sering sekali terjadi. Oleh sebab itu, dia meminta semua pihak untuk mulai menegaskan kembali batasan dalam film, yang seharusnya ditayangkan atau disasar ke masyarakat sesuai umur.
Retno kembali menyinggung, yang paling menjadi perhatian bagi KPAI adalah kekerasan yang ditampilkan. Adegan pembunuhan dan siksaan dirasa lebih mengkhawatirkan bagi proses perkembangan anak.
Dia menambahkan, sudut pandang kekerasan seperti itu dinilai lebih mengerikan dari pada adegan ciuman, dalam artian pasangan. Sebab, dampaknya akan langsung dekat dengan akan-anak.
“Walaupun anak-anak juga tidak pas untuk ditunjukkan adegan ciuman. Apalagi sesama jenis,” katanya.
Menanggapi adanya adegan ciuman sesama perempuan, Ketua PP Muhammadiyah yang juga Sekjen MUI, Anwar Abbas, mengatakan bahwa adegan dari hubungan sesama jenis itu adalah konten yang sangat mengganggu. "Untuk itu, Muhammadiyah meminta lembaga sensor film dan pihak terkait untuk turun tangan dan memotong adegan tersebut, karena kita tidak mau anak-anak bangsa ini dirusak oleh kehadiran film tersebut," kata Anwar.
Ia juga mengimbau agar pihak pengusaha tidak hanya berorientasi untuk mencari profit atau keuntungan dari film yang mereka produksi. Tetapi, ia mengimbau agar perusahaan film juga mengedepankan masalah tanggung jawab dan moralitas.
Cendekiawan Islam KH Didin Hafhiduddin ikut meminta Lembaga Sensor Film agar menertibkan film-film yang tidak sesuai dengan akhlak bangsa. Bahkan, menurutnya, apalagi jika itu cenderung merusak moral bangsa.
"Kita berharap karena film itu sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku, maka Lembaga Sensor Film harus benar-benar berfungsi untuk menertibkan film yang tidak sesuai dengan akhlak bangsa bahkan cenderung merusaknya," kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini, melalui pesan elektronik, Senin (23/12).
Mantan ketua umum Baznas ini mengatakan, seharusnya film yang bermuatan unsur LGBT dilarang beredar dan dilarang ditayangkan. Sebab, adegan ciuman yang dilakukan oleh orang yang sesama jenis, seperti halnya laki-laki dengan laki-laki maupun perempuan dengan perempuan, merupakan bagian dari ideologi LGBT yang merusak akhlak dan moral bangsa, terutama generasi muda.