Senin 23 Dec 2019 00:36 WIB

Permintaan Tenun Ikat Kediri Makin Tinggi

Pemerintah mendorong agar tenun ikat dijadikan sebagai seragam dan kerajinan.

Perajin memperagakan cara membuat kain tenun ikat khas Kediri saat Dhoho Street Fashion di Taman Hutan Joyoboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (5/12/2019).
Foto: Prasetia Fauzani/ANTARA FOTO
Perajin memperagakan cara membuat kain tenun ikat khas Kediri saat Dhoho Street Fashion di Taman Hutan Joyoboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (5/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perajin tenun ikat asal Kota Kediri, Jawa Timur, mendapati permintaan tenun semakin tinggi belakangan ini. Terlebih, setelah ada dukungan pemerintah untuk pemanfaatkan tenun menjadi beragam kerajinan maupun seragam.

"Dibandingkan dengan dulu berbeda, sekarang ada dukungan pemerintah, semua dinas juga dukung. Apalagi ada SK Wali Kota," kata Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) tenun ikat Kelurahan Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri Heri Tri Santoso di Kediri, Ahad.

Baca Juga

Heri mengatakan, hampir setiap hari pemilik kerajinan tenun ikat di Kelurahan Bandar Kidul, Kota Kediri beroperasi. Permintaan dari berbagai daerah juga tidak pernah sepi, sehingga perajin menjadi lebih bersemangat.

Heri mengatakan, penjualan juga dilakukan lewat media sosial. Di samping itu, calon pembeli juga dapat langsung datang ke gerai.

Selain bisa melihat langsung berbagai model serta barang yang dijual, peminat tenun juga bisa mencermati proses pembuatan tenun ikat. Hal itu untuk lebih meyakinkan bahwa kerajinan memang dibuat bukan dengan mesin.

Lebih lanjut, Heri mengatakan, perajin juga terbantu dengan dukungan pemerintah yang memberikan kesempatan untuk ikut pameran. Selain itu, peragaan busana "Dhoho street fashion" yang digelar pemkot juga semakin meningkatkan minat calon pembeli.

Kendati permintaan banyak, Heri mengatakan, harga bahan baku baku juga terus mengalami kenaikan. Selama ini, bahan baku benang mengandalkan impor dari India yang dinilai lebih cocok untuk bahan tenun ikat Kediri.

Harga untuk benang dasar ukuran 80, menurut Heri, sekitar Rp 800 ribu per 5 kilogram, sedangkan untuk benang motif Rp 700 ribu per 5 kilogram. Ia mengatakan, kenaikan harga benang impor tersebut tidak signifikan, sekitar Rp 30 ribu.

"Bahan baku didatangkan dari luar, seperti benang impor semua. Jadi, untuk produk dalam negeri belum ada benangnya," ujar dia.

Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga Kota Kediri Nur Muhyar mengatakan, pemerintah memang menjadikan Kelurahan Bandar Kidul, Kediri sebagai kampung wisata dan bukan hanya kampung produksi. Menurut dia, kepariwisataan ini mengangkat nilai budaya yang tak benda, adat istiadat, kesenian, perilaku serta kerajian. Tenun ikat diangkat kembali sebagai warisan budaya yang unggul dan ternyata memiliki nilai lebih.

Nur menjelaskan, tenun ikat merupakan kain khas, dibuat tanpa mesin. Tenun ikat untuk bisa tetap eksis juga harus mengikuti perubahan zaman, baik teknik pewarnaan, teknik pembuatan maupun kualitas kainnya.

Untuk saat ini, perajin tenun ikat di Kediri ada sekitar 14 orang. Ada sekitar 26 unit usaha yang terkait dengan kerajinan itu dengan melibatkan sekitar 350 tenaga kerja lokal.

Nur menyebut, jika dahulu ada kendala tentang pemasaran, tentang permodalan saat ini tidak ada masalah karena akses terbuka lebar. Ada juga market place yang bisa dimanfaatkan untuk menjual tenun ikat dan tidak hanya penjualan langsung.

"Dari sisi perajin tingkatkan kualitas tenun, termasuk di tingkat pewarnaan yang kekinian. Dari sisi pembeli dorong untuk mencintai produk lokal, apalagi yang bernuansa warisan budaya. Kami fasilitasi apa yang dibutuhkan, ketika ingin dipertemukan dengan pembeli kami wadahi," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement