Ahad 22 Dec 2019 08:51 WIB

DLH Kulon Progo Tegur 22 Perusahaan Tambang Sepanjang 2019

Sebagian besar penambangan di Kulon Progo tak sesuai desain dan rencana teknis.

DLH Kulon Progo Tegur 22 Perusahaan Tambang Sepanjang 2019
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
DLH Kulon Progo Tegur 22 Perusahaan Tambang Sepanjang 2019

REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengeluarkan 22 surat teguran kepada perusahaan tambang sepanjang 2019. Kepala DLH Kulon Progo Arif Prastowo mengatakan sepanjang 2019, DLH Kulon Progo melakukan pengawasan meliputi 21 usaha yang telah memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) dan lima usaha dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

"Sebagai tindak lanjut hasil pengawasan sepanjang 2019, sebanyak 17 usaha diberikan surat teguran I dan lima usaha mendapatkan surat teguran II," kata Arif, Ahad (22/12).

Baca Juga

Ia mengungkapkan berdasarkan hasil pengawasan, sebagian besar penambangan tidak sesuai dengan desain dan rencana teknis yang telah direkomendasikan. Realita di lapangan menunjukkan arah penambangan menyesuaikan progres kerelaan lahan dan kebutuhan pasar berakibat penambangan tidak sesuai dengan rencana awal.

Reklamasi dan revegetasi yang bersifat progresif banyak yang tidak sesuai rencana, bentuk jenjang tidak seperti yang tercantum dalam dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).

Selain itu, penyimpanan dan pengamanan tanah pucuk (top soil) belum optimal. Banyak yang tidak menyediakan area khusus penyimpanan, bahkan ada yang penempatannya membahayakan pemukiman dan merusak fungsi sempadan sungai. Pelibatan atau koordinasi terhadap wilayah desa setempat pada usaha pertambangan tidak optimal.

"Sering ditemukan desa tidak tahu kemajuan pelaksanaan kesepakatan antara masyarakat dengan penambang, progres kerelaan dan kompensasi lahan, dan pemberian tanggung jawab sosial perusahaan (CSR),” ujarnya.

Arif mengatakan dari hasil pengawasan, DLH juga menemukan bentuk program pemberdayaan masyarakat sering tidak sesuai dengan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang telah disetujui. Sering terjadi adanya bantuan langsung yang diserahkan ke kas pedukuhan dalam bentuk uang, sehingga peran serta penambang dalam pemberdayaan masyarakat dan upaya peningkatan nilai tambah untuk masyarakat menjadi tidak maksimal.

"Sebagian besar usaha pertambangan tidak melakukan pemeriksaan kualitas udara dan belum melakukan pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun B3 seperti oli bekas, secara benar," katanya.

Selain itu, dalam hal pelaporan, sebagian besar pemegang izin belum menyampaikan laporan pelaksanaan izin lingkungan/rekomendasi dokumen lingkungan secara berkala yaitu setiap enam bulan sekali. Bahkan, ada pemegang izin yang tidak kooperatif dalam kegiatan pengawasan, tidak melakukan pendampingan dan tidak menindaklanjuti surat teguran.

Terhadap hasil pengawasan tersebut, ia merekomendasikan agar dilakukan koordinasi dan evaluasi terkait permasalahan-permasalahan teknik dan sosial yang menyebabkan penambangan tidak sesuai dengan rencana teknis yang telah direkomendasikan, sebagai acuan dalam perbaikan kebijakan dalam pengelolaan usaha pertambangan. Menyinggung keberadaan tambang-tambang ilegal, ia mengatakan harus segera ditindak tegas oleh pihak berwajib.

“Harus dilakukan penegakan hukum bagi usaha pertambangan yang tidak berizin agar menimbulkan persepsi positif bagi langkah penegakan hukum bagi usaha yang telah berizin," katanya.

Arif mengatakan pengelolaan usaha pertambangan sebenarnya sudah ada regulasi yang jelas beserta konsekuensi logisnya. Salah satunya, Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, Dan Batuan.

Pada Pasal 102 menyebutkan dalam hal Pemegang Izin Usaha Pertambangan tidak memiliki persetujuan pembangunan jalan sebagai akses tambang, tidak mendapatkan rekomendasi pemanfaatan jalan kabupaten atau jalan provinsi untuk pengangkutan tambang yang melebihi beban standar jalan kabupaten atau jalan provinsi, tidak melakukan peningkatan kualitas, pemeliharaan dan perbaikan jalan desa dan jalan baru, tidak memberikan kontribusi, atau memonopoli akses tambang maka pemerintah desa, OPD Pekerjaan Umum dan/atau OPD Perhubungan berwenang memberikan teguran dan/atau menutup akses tambang

"Tujuan pengawasan untuk mengetahui dalam hal ini memantau, mengevaluasi, dan menetapkan status ketaatan pelaku usaha terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup, Izin Lingkungan, dan Izin PPLH meliputi Izin Pembuangan atau Pemanfaatan Air Limbah, Izin TPS LB3, dalam menjamin kelestarian fungsi lingkungan dari suatu usaha dan atau kegiatan," kata Arif.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement