REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat obat keras masih beredar platform penjualan daring (e-commerce) selama 2019.
Kepala BPOM Penny K Lukito mengakui banyaknya pelanggaran pengawasan peredaran obat keras di platform e-commerce. "Padahal itu sangat berbahaya karena obat keras tidak bisa diedarkan secara online tanpa adanya registrasi dari BPOM dan pendampingan resep dari dokter. Jadi tempat jual beli obat keras bukan di platform e-commerce," ujarnya di konferensi pers pemaparan kinerja BPOM di 2019 dan outlook 2020, Kamis (19/12).
Bahkan, ia tidak menampik beredarnya obat keras ini melebar sampai ke media sosial. Padahal, ia menyebutkan, obat yang diperdagangkan itu tidak menutup kemungkinan palsu atau ditambah dengan bahan baku yang berbahaya.
Ia menjelaskan, masyarakat sebagai pembeli bisa jadi tidak merasakan langsung efeknya, tetapi dalam jangka panjang bisa mendapatkan masalah kesehatan. Untuk mengantisipasinya, BPOM melakukan peningkatan pengawasan patroli siber.
Penny menyebutkan BPOM telah menjalin banyak kerja sama dengan kepolisian untuk melakukan patroli siber mengawasi semua obat-obatan yang beredar secara online. Bahkan, ia menambahkan, polisi internasional juga digandeng BPOM karena tidak ada batas negara membuat obat-obatan ini bisa bebas beredar. Ia menegaskan upaya ini juga menjadi kepentingan internasional dan operasinya akan diperbanyak termasuk ke media sosial.
"Kemudian kami juga menindaklanjuti menangani peredaran obat online dengan melakukan kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Kami juga bekerja sama dengan pemilik platform e-commerce tersebut," katanya.
Ia menambahkan, nantinya platform e-commerce inilah yang akan melakukan skrining kepada para calon penjual di platofrmnya. Ia menegaskan hanya produk obat dan makanan yang sudah mendapatkan izin edar BPOM yang bisa diperdagangkan di platform itu.
Saat ini payung hukum yang mengatur masalah ini akan segera keluar dalam waktu dekat. Sembari menunggu aturan legal formal tersebt diterbitkan, Penny menambahkan akan terus memperkuat patroli siber.
"Tetapi sekarang yang terpenting adalah masyarakat sebagai garda terdepan supaya jadi konsumen cerdas dan bisa membedakan obat berbahaya. Media juga harus mengedukasi masyarakat menjadi konsumen yang cerdas," katanya.