REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis lebih dari 400 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang hingga tinggi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor.
"Sebanyak 489 kabupaten/kota berada di daerah rawan banjir. Bahaya banjir di kategori sedang hingga tinggi dengan jumlah penduduk yang terpapar sebanyak 63,7 juta jiwa," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo saat dihubungi Republika, Rabu (18/12).
Kemudian, dia melanjutkan, sedikitnya 441 kabupaten/kota di daerah bahaya sedang hingga tinggi terjadi longsor. Tak hanya dua potensi dua bencana itu, Agus menyebutkan sebanyak 127 gunung api di Indonesia dalam kondisi aktif dan 75 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang hingga tinggi terjadi erupsi gunung api tersebut.
"Sedikitnya 3,5 juta penduduk terpapar bahaya sedang-tinggi erupsi gunung berapi tersebut," ujarnya.
Sebelumnya Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo meminta masyarakat mewaspadai risiko terjadinya bencana selama musim penghujan.
"Kami meminta masyarakat agar bisa meningkatkan kewaspadaan menghadapi curah hujan yang tinggi dengan menghindari tempat-tempat yang berisiko terjadi bencana, terutama masyarakat-masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang dialiri oleh aliran sungai. Demikian juga yang berada dekat dengan bukit-bukit yang berisiko mengakibatkan longsor," ujarnya saat konferensi pers usai Rapat Koordinasi Penanganan Darurat Bencana Banjir, Banjir Bandang, Tanah Longsor & Angin Puting Beliung, di Graha BNPB, di Jakarta Timur, Selasa (17/12) sore.
Selain itu ia meminta masyarakat supaya memangkas ranting-ranting pohon sehingga bebannya tidak terlalu berat ketika ditiup angin. Ia menambahkan, kalau ranting pohon dikurangi dan ketika ada angin kencang maka si pohon tidak tumbang. Selain itu ia meminta masyarakat meningkatkan upaya pengecekan dan pemeriksaan seluruh anak-anak sungai dengan cara susur sungai. Ia menyebutkan berbagai macam komponen termasuk relawan dan pegiat lingkungan bisa ikut dilibatkan dalam menyusuri sungai. Pemeriksaan ini penting dilakukan untuk mengecek apakah aliran air menuju ke hulu terhambat atau tidak.
Kalau terhambat kenapa sebabnya, misalnya karena pohon-pohon yang tumbang beberapa tahun sebelumnya sehingga menutupi aliran air. "Padahal kalau ada penghambat tutupan ini membuat sungai menjadi bendungan kecil. Lantas karena curah hujan tinggi akhirnya bebannya tidak kuat sehingga jebol dan terjadi banjir bandang," ujarnya.
Berbeda dengan banjir biasa, ia menyebutkan banjir bandang biasanya membawa material bebatuan. Karena itu, ia menyebutkan banjir ini sangat mematikan dibandingkan banjir biasa karena mengakibatkan korban jiwa. "Makanya biasanya banjir bandang disebut juga tsunami kecil," katanya.