REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Lima sekolah di Kabupaten Sleman, DIY, mengikuti program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). Ada SMAN 2 Sleman, SMAN 1 Seyegan, SMKN 1 Tempel, SMAN 1 Turi, dan MAN 4 Sleman.
Bagi Pemkab Sleman, kelima sekolah resmi dikukuhkan dalam SPAB. Tapi, ini cuma sosialisasi tanggap bencana seperti yang dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) lewat Sekolah Siaga Bencana (SSB).
Seperti SSB, peresmian program SPAB ini diawali melalui simulasi tanggap bencana. Jika biasanya dilakukan lewat skenario gempa bumi, kali ini di SMAN 2 Sleman simulasi mengambil skenario puting beliung.
Program SPAB diresmikan Wakil Bupati Sleman, Sri Muslimatun. Dalam sambutannya, ia berharap dari SPAB itu siswa-siswa, guru-guru, dan pemangku kepentingan lingkungan sekolah memiliki literasi bencana.
Sri berpendapat, tidak ada jalan untuk mengantisipasi risiko bencana. Karenanya, kondisi itu membuat dibutuhkannya literasi kebencanaan tidak cuma bagi masyarakat umum, tapi di lingkungan pendidikan.
"Masyarakat yang sadar literasi bencana akan memahami riwayat lokasi sekitar sekolahnya, perkantoran, hingga tempat tinggalnya," kata Sri, Rabu (18/12).
Ia menilai, kegiatan-kegiatan pencegahan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana menjadi mitigasi aksi masif Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Sehingga, warga memiliki kesadaran, pemahaman, dan terbiasa tanggap.
Sri berharap, warga yang sudah mendapatkan sosialisasi seperti itu tidak lagi gagap dalam menghadapi terjadinya suatu bencana. Ia turut berharap, sekolah-sekolah lain dapat segera mengadopsi program SPAB. "Mengingat pentingnya mitigasi bencana melalui kesiapsiagaan," ujar Sri.
Kepala Pelaksana BPBD DIY, Biwara Yuswantara menambahkan, terdapat 12 potensi bencana di DIY. SPAB dibentuk agar masyarakat berkesempatan mengenali ancaman bencana dan langkah-langkah antisipasinya.
"Berharap seluruh jajaran yang telah dikukuhkan dalam SPAB dapat menjadi agen kesiapsiagaan bencana yang dapat berperan menularkan mitigasi bencana kepada masyarakat sekitar," kata Biwara.
Salah satu yang disayangkan dari kegiatan-kegiatan ini tentu saja tidak bersifat berkelanjutan. Sebab, biasanya setelah peresmian atau pengukuhan, sekolah-sekolah itu tidak lagi mendapat sosialisasi.
Pada Agustus 2019 saja, sudah ada setidaknya 48 Desa Siaga Bencana dan 63 Sekolah Siaga Bencana yang dikukuhkan Pemkab Sleman. Tapi, setelah pengukuhan hampir tidak ada lagi sosialisasi atau simulasi.
Padahal, tentu masyarakat khususnya anak-anak memerlukan latihan-latihan yang ada dalam simulasi itu secara rutin. Sehingga, pola pikir mereka benar-benar terbiasa tanggap bencana.