Senin 16 Dec 2019 18:54 WIB

Muhammadiyah Minta Wall Street Journal Minta Maaf

Pemberitaan itu tidak berdasar dan merusak nama baik Muhammadiyah, NU, dan MUI.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Peletakan Batu Pertama Menara SM. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan sambutan sebelum peletakan batu pertama pembangunan Menara Suara Muhammadiyah (SM) di Yogyakarta, Ahad (17/11).
Foto: Republika/ Wihdan
Peletakan Batu Pertama Menara SM. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan sambutan sebelum peletakan batu pertama pembangunan Menara Suara Muhammadiyah (SM) di Yogyakarta, Ahad (17/11).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- PP Muhammadiyah menyampaikan pandangan atas permasalahan HAM di Xinjiang. Serta, pemberitaan media-media massa asing, nasional dan yang berkembang di media-media sosial terkait itu.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyesalkan pemberitaan Wall Street Journal yang menyebutkan adanya fasilitas dan lobi-lobi Pemerintah Cina untuk mempengaruhi sikap politik ormas-ormas Islam di Indonesia.

Baik terhadap PP Muhammadiyah, PBNU maupun Majelis Ulama Indonesia (MUI), atas permasalahan HAM di Xinjiang. Ia menilai, pemberitaan itu sangat tidak berdasar dan fitnah yang merusak nama baik Muhammadiyah, NU, dan MUI.

"PP Muhammadiyah mendesak Wall Street Journal meralat berita itu dan meminta maaf kepada warga Muhammadiyah, bila hal itu tidak dipenuhi, Muhammadiyah akan mengambil langkah hukum sebagaimana mestinya," kata Haedar, Senin (16/12).

Kemudian, PP Muhammadiyah mendesak kepada Pemerintah Cina untuk lebih terbuka memberikan informasi dan akses masyarakat internasional. Utamanya, terhadap kebijakan di Xinjiang dan kepada masyakarat Uighur.

Mereka meminta Pemerintah Cina menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM, khususnya ke masyarakat Uighur atas dalih apapun. Mereka diimbau menyelesaikan masalah Uighur secara damai melalui dialog. "Serta, memberikan kebebasan kepada Muslim untuk melaksanakan ibadah dan memelihara identitas," ujar Haedar.

PP Muhammadiyah turut mendesak kepada PBB untuk mengeluarkan resolusi terkait pelanggaran HAM yang terjadi Baik atas masyarakat Uighur, Rohingnya, Palestina, Suriah, Yaman, India dan sebagainya. 

Mendesak Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mengadakan sidang khusus dan mengambil langkah-langkah konkrit hentikan segala bentuk pelanggaran HAM yang dialami umat Islam, khususnya di Xinjiang. 

PP Muhammadiyah mendesak pula ke Pemerintah Indonesia menindaklanjuti arus aspirasi umat Islam dan bersikap lebih tegas untuk menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM di Xinjiang.

Hal itu dinilai sesuai dengan amanat UUD 1945 dan politik luar negeri yang bebas aktif. Pemerintah Indonesia diminta lebih aktif menggunakan peran sebagai anggota OKI dan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

"Untuk menggalang diplomasi bagi dihentikannya pelanggaran HAM di Xinjiang dan beberapa negara lainnya," kata Haedar.

Haedar menghimbau umat Islam agar menyikapi masalah pelanggaran HAM di Xinjiang dengan penuh kearifan, rasional, damai dan tetap memelihara ukhuwah islamiyah serta persatuan bangsa. 

Ia berharap, tidak ada pihak-pihak yang sengaja menjadikan masalah Uighur sebagai komoditas politik kelompok dan partai tertentu. Serta, mengadu domba masyarakat dengan menyebarkan berita yang menyesatkan.

"Dan memecah belah umat dan bangsa melalui media sosial, media massa, dan berbagai bentuk provokasi lainnya," ujar Haedar.

Kepada warga persyarikatan Muhammadiyah, diminta konsisten menyikapi persoalan secara cerdas. Serta, berpegang ke khittah dan kepribadian Muhammadiyah, tidak terpengaruh media sosial yang menghasut dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement