REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo(Jokowi) menegaskan impor bahan bakar minyak dan gas yang besar menjadi salah satu penyebab transformasi ekonomi di Indonesia tidak berjalan atau mandek. Salah satu yang impor itu adalah avtur.
"Tidak bener ini, avtur masih impor, padahal CPO atau crude palm oil itu bisa juga dipindah menjadi avtur. Kok kita senang impor avtur ya karena ada yang hobinya impor karena apa, untungnya gede. Sehingga transformasi ekonomi di negara kita ini mandek gara-gara hal-hal seperti ini," kata Jokowi dalam sambutan pembukaan di acara Peresmian Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional RPJMN 2020-2024 di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/12).
Menurut dia, impor migas maupun petrokimia menyebabkan nilai impor yang besar sehingga menyebabkan defisit neraca berjalan.
Jokowi sendiri memerintahkan pengembangan sumber daya alam substitusi yang dapat diubah menjadi bahan bakar seperti CPO menjadi biodiesel, maupun batubara menjadi gas. Pemerintah meminta agar tidak ada pihak yang menghalangi pengembangan produk substitusi gas dan BBM impor.
Jokowi menilai "mafia" migas telah "bermain" lama dan menghisap keuntungan dari impor BBM dan gas itu.
"Saya cari, sudah ketemu siapa yang senang impor dan saya mengerti. Hanya perlu saya ingatkan bolak-balik hati-hati kamu, hati-hati, saya ikuti kamu. Jangan menghalangi orang ingin membikin batu bara menjadi gas, gara-gara kamu senang impor gas. Kalau ini bisa dibikin ya sudah, nggak ada impor gas lagi," kataJokowi.
Presiden juga mengarahkan industri pertambangan tidak mengekspor barang tambang mentah, namun mengirim barang setengah jadi.
Hal itu akan meningkatkan nilai tambah atas produk dan mendorong lapangan kerja.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca dagang Indonesia pada periode Januari hingga November 2019 sudah mengalami defisit 3,11 miliar dolar AS. Neraca dagang nonmigas masih tumbuh positif 5,2 miliar dolar AS. Adapun neraca dagang migas mengalami defisit 8,3 miliar dolar AS.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, angka tahun ini masih membaik dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, yakni defisit 7,6 miliar dolar AS. Tapi, tantangan yang dihadapi Indonesia semakin luar biasa mengingat perekonomian global masih melambat dan perdagangan internasional menurun.
"Perlu langkah yang ekstra hati-hati," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (16/12).