Jumat 13 Dec 2019 15:23 WIB

Pemprov Ingin Sekolah di Jabar Bebas Radikalisme

Pemprov keliling mendatangi sekolah menekankan pendidikan Pancasila dan bela negara.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Gita Amanda
Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menyatakan Pemprov Jabar ingin sekolah di Jabar bebas radikalisme.
Foto: Republika/Nugroho Habibi
Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menyatakan Pemprov Jabar ingin sekolah di Jabar bebas radikalisme.

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) ingin seluruh sekolah di wilayahnya bebas dari paham-paham radikalisme. Salah satu upaya yang dilakukan adalah keliling mendatangi sekolah-sekolah untuk kembali menekankan pendidikan Pancasila dan bela negara kepada para siswa.

Wakik Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, saat ini paham radikalisme telah menjadi kekhawatiran bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Karena itu, Pemprov Jabar mendapat arahan pemerintah pusat untuk memberikan pemahaman kepada sekolah, siswa, serta masyarakat, untuk kembali menekankan pentingnya bela negara.  Sekolah diminta kembali menanamkan jiwa nasionalisme dan jiwa patriot kepada para siswa.

Baca Juga

"Langkah konkretnya hari ini kami datang ke berbagai sekolah, berbicara dengan guru dan siswa, memberikan penjelasan. Jangan sampai gampang terbawa dengan ajakan dan masuk ke kelompok, yang tidak sesuai dengan kondisi negara," kata dia saat berkunjung ke SMKN Garut, Jumat (13/12).

Uu mengatakan, berdasarkan informasi yang diterimanya, terdapat indikasi anak-anak tingkat SMA di Jabar yang melakukan yang tidak sepantasnya atau terpapar paham radikalisme. Ia mengaku belum bisa secara spesifik memberikan contoh tersebut, tapi para guru di sekolah mesti memberikan pengawasan terhadap kegiatan dan ekstrakulikuler yang diikuti para siswa. Ia meminta, kepala sekolah menanamkan siswa jiwa nasionalisme.

Selain itu, lanjut Uu, sekolah juga mesti selektif dalam menerima guru. Menurut dia,  guru yang diterima harus benar-benar memiliki jiwa kebangsaan dan nasionalisme.

"Saya khawatir saat dia mengajar memberikan paham yang dianggap tidak sesuai. Harus disaring lagi materi yang diajarkan para guru," kata dia.

Sementara itu, Kepala SMKN 1 Garut, Dadang Johar Arifin mengatakan, selama ini pihaknya sudah selektif dalam memilih guru yang akan mengajar di sekolahnya. Mulai dari latar belakang pendidikan hingga cara guru berkomunikasi juga diperhatikan.

"Termasuk latar belakang agamanya, apakah terpapar radikalisme atau tidak. Kita selalu awasi," kata dia.

Ia mengaku, pernah suatu ketika ada siswa SMKN 1 Garut yang terindikasi paham radikalisme. Peristiwa itu terjadi sekitar lima tahun lalu, di mana ada seorang siswa yang tak mau ikut upacara bendera dan hormat ke bendera Merah Putih. Setelah ditelusuri, lanjut Dadang, anak tersebut memiliki latar belakang dari lingkungan salah satu pesantren di yang terindikasi terpapar paham radikal.

"Dia ke sekolah selalu pakai sendal dan kopiah. Tidak mau pakai sepatu. Kita panggil orang tuanya dan berikan pemahaman," kata dia.

Kendati demikian, para guru di SMKN 1 Garut selalu mengarahkan agar anak tersebut kembali mencintai bangsa nilai-nilai yang menjadi dasar bangsa Indonesia. Anak tersebut diajarkan kembali tentang nilai-nilai Pancasila.

Saat ini, lanjut Dadang, saat ini di SMKN 2 Garut tak ada siswa maupun guru yang terindikasi paham radikalisme. Namun, jika terdapat siswa maupun guru yang teri dikasi paham radikal, pihaknya akan langsung melakukan pembinaan agar mereka kembali ke nilai-nilai bangsa Indonesia.

Dadang mengatakan, meski ada anak yang terindikasi terpapar radikalisme, pihak sekolah tak bisa serta-merta mengeluarkan siswa. Sebab mendapat pendidikan merupakan hak setiap warga negara.

"Kalau radikal atau tidak itu ada di BNPT. Kita (sebagai sekolah) berpatokan setiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Dari aliran mana atau agama mana, tidak ada batasan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement