Jumat 13 Dec 2019 07:04 WIB

Kearifan Lokal Kunci Cegah Karhutla

Teknologi juga harus digunakan untuk menjaga kelestarian hutan dan mencegah karhutla.

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Ani Nursalikah
Kearifan Lokal Kunci Cegah Karhutla. Foto ilustrasi personel Manggala Aqni melakukan pemadaman karhutla gambut di lahan masyarakat di Kecamatan Lalolae, Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
Foto: Antara/ManggalaAgni
Kearifan Lokal Kunci Cegah Karhutla. Foto ilustrasi personel Manggala Aqni melakukan pemadaman karhutla gambut di lahan masyarakat di Kecamatan Lalolae, Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kearifan lokal masyarakat Indonesia merupakan aset berharga bangsa. Hal itu bisa dimanfaatkan untuk menangani berbagai permasalahan negeri, salah satunya adalah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang tahun ini marak terjadi.

Berdasarkan laporan Bank Dunia, karhutla mengakibatkan kerugian hingga Rp 72 triliun. Ini sama dengan besaran anggaran sejumlah kementerian dan lembaga negara RI.

Baca Juga

“Banyak pihak yang menyayangkan karhutla ya. Kita harus menyadari hutan adalah sumber kehidupan. Semakin banyak yang rusak maka akan membahayakan kelangsungan hidup kita,” ujar pegiat pemberdayaan hutan Hasanain Djuaini, saat dihubungi, Kamis (12/12).

Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Haramain ini mengatakan, kearifan lokal menjadi kunci untuk menjaga kelestarian hutan. Simbiosis mutualisme misalkan, akan membangun semangat kerja sama dan tolong menolong untuk sama-sama menjaga kelangsungan hutan.

Begitu juga dengan kreativitas, menjadi alat memanfaatkan hutan sebagai mata pencarian masyarakat. Misalkan dengan lahan hutan yang ada di sekitarnya, masyarakat dapat bercocok tanam. Di antaranya adalah kopi, cokelat, dan aneka sayuran. Ketika panen, mereka menjual dan mengonsumsinya untuk kelangsungan hidup masyarakat setempat.

photo
Satgas Karhutla dari TNI, Polri bersama relawan pemadam kebakaran berupaya memadamkan kebakaran lahan yang menjalar ke tumpukkan ban bekas di Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (22/10/2019).

Teknologi juga harus digunakan untuk menjaga kelestarian hutan. Melalui satelit misalkan, pemerintah dan masyarakat dapat memantau kondisi hutan kapan pun. Dengan deteksi panas pada satelit, pemerintah dan masyarakat dapat mengetahui di mana ada titik api, dari mana asalnya? Siapa yang membakar? Semua itu akan diketahui dan dimanfaatkan untuk kedaulatan negara.

Hasanain juga menjelaskan opsi lain mengantisipasi karhutla, yaitu dengan membangun kerja sama baik tingkat nasional mau pun internasional. Dunia sangat memperhatikan hutan Indonesia.

Wilayah Kalimantan diklaim sebagai paru-paru dunia karena luasnya hutan yang ada di sana. “Ini merupakan kekayaan yang harus kita jaga,” kata peraih Penghargaan Tokoh Perubahan Republika 2015 ini.

Dia mengimbau pemerintah memperkuat kearifan lokal bangsa. Sejak dini, masyarakat harus ditanamkan budaya menjaga keberlangsungan hutan. Mereka tidak membuang sampah, apalagi membakar hutan. Kemudian menjaga segala tumbuhan dan hewan yang ada di sana.

Orang dewasa dan tua menjadi teladan dalam memelihara hutan. Mereka menanam hutan yang sudah gundul, sehingga pada masa depan, tumbuhan tadi menjadi payung yang melindungi lahan di bawahnya.

Hasanain menjelaskan, ekosistem hutan merupakan tempat berbagai makhluk tinggal dan mempertahankan kehidupan. “Dalam keadaan apa pun, hutan harus tetap ada. Bukan semata-mata untuk kita, tapi juga generasi penerus yang akan menjaga keberlangsungan dan kedaultan bangsa kita,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement