Kamis 12 Dec 2019 06:19 WIB

Jakarta Butuh 1,8 juta Drainase Vertikal

Saat ini, air hujan hanya bisa terserap antara 3-27 persen, 73-97 persen terbuang.

Rep: Umi Soliha/ Red: Bilal Ramadhan
Pengerjaan lubang biopori
Foto: dok Penum Kostrad
Pengerjaan lubang biopori

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta, Ricki M Mulia  mengatakan Jakarta membutukan 1,8 juta drainase vertikal untuk mengurangi banjir.  Pembangunan drainase vertikal ini dinilai berdampak untuk mengurangi genangan atau banjir seperti yang telah dilakukan di beberapa titik.

"Misalnya TK Pertiwi Kompleks DDN, Pondok Labuh, Jakarta pusat sebelum ada drainase vertikal membutuhkan waktu 24 jam namun dengan adanya drainase vertikal cuma 15 menit hilang," kata Ricki, Rabu (11/12).

Selain itu, di Jalan Swakarya di Kompleks DDN pun terjadi hal serupa. Air genangan yang biasanya surut dalam waktu 10 jam sekarang hanya memerlukan waktu 15 menit. "Jadi bisa kita bilang tiba-tiba enggak banjir tentu tidak  tidak mungkin karena tergantung dari volume air yang bisa diserap oleh drainase vertikal," ujar dia.

Sampai saat ini sudah mengerjakan drainase vertikal sebanyak 804 dari target 1300 drainase. Ia menyampaikan pihaknya tahun ini tidak hanya membangun drainase vertikal namun juga membuat menampung air yang bisa digunakan saat musim kemarau.

"Kita sudah aplikasikan drainase vertikal dan penampung air di Masjid Sunda Kelapa. Sisa air wudhu yang ditampung bisa untuk konservasi air tanah dan juga menyiram tananaman. Sisa air wudhu ini bisa membuat tanaman jauh lebih subur karena mengandung banyak mineral," kata dia menjelaskan.

Ia menjelaskan, cara kerja drainase vertikal ini menyerap air hujan yang jatuh ke tahan. Selanjutnya, dialirkan kebawah dan kemudian meresap ke samping oleh karenanya drainase vertikal ini diberi lubang di samping.

Ricki juga menjelaskan pembangunan drainase vertikal ini memiliki banyak manfaat di antaranya sebagai upaya konservasi air tanah di DKI Jakarta. Di samping itu, drainase Vertikal juga berfungsi sebagai upaya mencegah penurunan muka tanah di DKI Jakarta.

Eksploitasi air tanah pada lapisan akuifer dapat mengakibatkan penyusutan lapisan tanah sehingga terjadi penurunan permukaan tanah. Pada 2020 ia menjelaskan akan menargetkan sumur resapan sebanyak 1.334 titik.

Kemudian, pada 2021, akan ada penambahan sumur resapan sebanyak 1.334 titik dan begitu juga pada 2022.  Dengan ditargetkannya jumlah tersebut diharapkan Jakarta akan memiliki drainase vertikal sebanyak 5.335 titik.

Ahli Hidrogeolog, Fatchy Muhammad mengatakan vertikal drainase dinilai bisa mengurangi banjir di Ibu Kota. Menurutnya konsep vertikal drainase yang tidak hanya digunakan menyerap air namun juga menampung air yng bisa sangat bermanfaat untuk masyarakat.

"Kalau alau musim hujan kita kelebihan air namun saat musim kemarau mundur dan masa tanam mundur, DKI sudah kehilangan air 10.000 kibik per detik namun saat musim hujan 60 juta kibik dibuang," kata Fatchy.

Banjir di Jakarta sudah terjadi sejak zaman penjajahan Belanda. Hal ini desabkan karena alih fungsi lahan hutan di daerah Puncak, Bogor menjadi kebun teh. Ia menyampaikan, pada zaman Prabu Siliwangi  Jakarta pernah  tidak banjir.

Saat itu, lahan resapan air masih sangat terjaga dengan baik. Ia mengatakan untuk mengatasi banjir Jakarta dibutuhkan andil dari masyarakat terutama kalangan menengah ke atas. Mereka diharapkan bisa membuat drainase vertikal di rumahnya masing-masing.

"Sementara untuk masyarakat kelas menengah ke bawah hanya cukup membuat lubang biopori saja," ujar dia.

Saat masa Padjajaran itu, ia mengatakan air hujan mampu meresap sekitar 73-97 persen dan yang terbuang 3-27 persen. Namun, saat ini karena lahan resapan di Bogor telah banyak dibuat hunian makan kondisinya pun memprihatinkan.

"Saat ini, air hujan hanya bisa terserap antara 3-27 persen, sedangkan 73-97 persen terbuang. Padahal konsep utama yang harus dibangun DKI untuk mencegah banjir Jakarta adalah memaksimalkan resapan air, " ujar Fatchy.

Menurutnya sistem pinalti pun bagus diterapkan kepada masyarakat yang tidak membangun sumur resapan. Misalnya dengan menaikkan biaya tagihan air.

Kasie Pemeliharaan Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta, Juniarto Ardiansyah mengatakan, pihaknya tahun ini menargetkan membangun 1000 drainase vertikal. Sampai saat ini pihaknya sudah membangun 990 drainase vertikal.

"Alhamdulillah, yang biasa banyak genangannya, sekarang dengan kita bangun (juga) kolam retensi, paling sejam setengah genangan sudah tidak ada. Jadi, apa yang kita kerjakan itu sangat membantu sekali," kata Juniarto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement