REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rencana pemerintah melakukan revitalisasi program bimbingan pranikah salah satunya adalah untuk mencegah lahirnya keluarga miskin baru.
Dengan peningkatan Kerjasama antar K/L, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, meyakini bahwa dengan mengikuti program bimbingan pranikah, jumlah calon pasangan pengantin yang berpotensi menjadi keluarga miskin baru itu akan menjadi keluarga yang lebih berkualitas.
Tidak saja mandiri secara ekonomi, kata dia, tetapi mampu melahirkan generasi penerus bangsa yang berdaya saing. “Kita tentu berharap tidak ada lagi keluarga miskin baru. Jadi kita cegah munculnya keluarga miskin baru itu sejak dini, sejak dari mempersiapkan pernikahan dengan sebaik-baiknya,” ujarnya usai menerima audiensi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di Kantor Kemenko PMK, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (10/12).
Sebagai bagian dari upaya penguatan program bimbingan pranikah, dia menyebutkan pemerintah akan berupaya menyiapkan kartu prakerja khususnya bagi calon pasangan pengantin yang belum memiliki pekerjaan.
Nantinya, calon pasangan tersebut akan dibekali kursus keterampilan melalui lembaga pelatihan yang siap menyalurkan lapangan pekerjaan.
Bukan hanya itu, pemerintah juga sedang mempertimbangkan adanya Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi pengantin. Adapun mekanisme untuk mendapatkan akses pendanaan dari KUR tersebut, calon pasangan pengantin harus terlebih dahulu mengikuti pelatihan yang dibiayai dari kartu prakerja.
“Jadi berkelanjutan tidak hanya pranikah saja, tetapi pascanikah juga harus kita tangani. Saat rapat kabinet terbatas sudah saya sampaikan kepada Pak Presiden skema kemungkinannya, Pak Presiden setuju dan nanti perlu dipertimbangkan adanya KUR pengantin ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, penguatan terhadap program bimbingan pranikah nantinya akan melibatkan kementerian terkait dengan leading sektor Kementerian Agama. Sejauh ini, diharapkan Kementerian Agama berencana akan menjadikan bimbingan pranikah sebagai program tersendiri dengan alokasi anggaran khusus tidak lagi mengandalkan dana dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari calon pengantin.
“Kalau nanti ada anggaran tersendiri saya senang sekali, saya sangat mendukung. Nanti Kemenag bisa jadi leading sektor di samping memberikan bimbingan keagamaan. Tentu saja juga akan melibatkan LSM-LSM yang selama ini sudah lebih dulu menyelenggarakan bimbingan pranikah,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kemenko PMK, Agus Sartono, kembali menegaskan bahwa program bimbingan pranikah bukanlah hal baru.
Namun dalam proses pemantapan materi penguatan bimbingan pranikah saat ini sedang disusun kembali dengan sebaik-baiknya.
Senada, Ketua Pengurus Nasional PKBI, Ichsan Malik, menyatakan pentingnya bimbingan pranikah untuk membekali calon pasangan pengantin akan pengetahuan dan pemahaman dalam menciptakan generasi penerus yang unggul dan berdaya saing.
“Salah satu yang harus menjadi fokus adalah remaja. Pemerintah harus memiliki terobosan-terobosan yang melibatkan remaja agar ke depan mereka bisa menjadi pelopor kemajuan bangsa,” ujarnya.
Seperti diketahui berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah keluarga di Indonesia per-Maret 2019 sebanyak 47.116.000 dengan jumlah keluarga berstatus sangat miskin dan miskin mencapai 9,4 persen atau sekitar 9.6 juta, pun jika ditambah dengan keluarga hampir miskin menjadi 16,82 persen atau sekitar 14 juta keluarga.
Sementara, pernikahan yang ditangani Kantor Urusan Agama sekitar 1.9 juta pertahun dan jika ditambah dengan yang ada di luar yaitu catatan sipil sekitar 2.5 juta. Dari jumlah itulah diperkirakan ada sekitar 10 persen yang berpotensi menjadi keluarga miskin baru atau sekitar 250 ribu keluarga. N Rr Laeny Sulistyawati