REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengingatkan untuk tidak lengah meski potensi radikalisme menunjukkan penurunan. Hal itu merujuk hasil survei nasional yang dilakukan di 32 provinsi.
"Potensi radikalisme 2019 secara nasional mencapai 38,43 pada skala 0-100," kata Kepala BNPT, Komjen Pol Suhardi Alius, di Jakarta, Selasa (10/11).
Dibandingkan pada 2017 yang mencapai angka 55,12, kata dia, potensi radikalisme secara nasional mengalami penurunan sebesar 16,69 poin.
Hal tersebut dikemukakan Suhardi saat menyampaikan hasil Survei Nasional BNPT 2019 tentang "Internalisasi Kearifan Lokal dan Potensi Radikalisme di 32 Provinsi." "Kesimpulannya, terjadi pergeseran dari kategori 'potensi sedang' ke 'potensi rendah'," kata mantan kepala Divisi Humas Mabes Polri itu.
Meski demikian, dia menjelaskan bahwa penurunan itu terjadi secara kuantitas, sementara secara kualitas dimungkinkan justru mengalami peningkatan. "Jadi, biasa demikian. Daerah rawan kita patroli banyak-banyak, angka kuantitas akan menurun. Kalaupun ada, kualitasnya meningkat, nekat istilahnya. Ini hukum alam, kalaupun muncul berarti dengan segala risikonya," kata Suhardi.
Oleh karena itu, Suhardi menegaskan upaya penanggulangan terorisme tidak boleh berkurang, apalagi mandek. "Bukan berarti rendah, terus (lengah). Tidak boleh 'underestimate'. Harus kita tetap laksanakan penanggulangan secara maksimum," katanya.
Survei tersebut dilaksanakan BNPT berkolaborasi dengan peneliti Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), Balitbang Kemenag, dan berbagai "stakeholder" terkait.
Pengambilan sampel dalam riset itu menggunakan teknik "multistage cluster random sampling"' dengan rumah tangga sebagai unit terkecil, dan pengumpulan data melalui wawancara tatap muka kepada 15.360 responden di 32 provinsi pada April-Juli 2019.