Rabu 11 Dec 2019 04:42 WIB

Sumur Resapan Solusi Jakarta Bebas Genangan?

Jakarta targetkan pembangunan 1,8 sumur resapan.

Sumur Resapan. Petugas Dinas Sumber Daya Air saat menyelesaikan pembangunan sumur resapan di kawasan Monas, Jakarta, Selasa (26/2).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sumur Resapan. Petugas Dinas Sumber Daya Air saat menyelesaikan pembangunan sumur resapan di kawasan Monas, Jakarta, Selasa (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta optimistis Jakarta akan bebas genangan jika target pembangunan 1,8 juta sumur resapan dapat direalisasi.

"Jika target jumlah sumur resapan itu terbangun, kajian kami, Jakarta bakal bebas banjir," kata Plt Dinas Perindustrian dan Ekonomi (PE) Ricki Marajohan Mulia, di Balai Kota Jakarta, Selasa Kemarin.

Pembangunan sumur resapan tersebut, kata Ricki, dilakukan bersama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) seperti Dinas PE, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Sumber Daya Air dan lainnya. Dinas PE sendiri telah membangun 804 sumur resapan dari target 1.300 titik.

Ricki mencontohkan pembangunan sumur resapan yang terbukti cukup berdampak terhadap penanggulangan genangan atau banjir, seperti sumur resapan di TK Pertiwi, Jalan Swakarya dan Masjid Baiturahman Kompleks DDN, Pondok Labu, Jakarta Selatan, yang biasanya genangan bisa selama 24 jam bahkan dua hari.

"Sekarang genangan air di situ hanya sampai 15 menit hingga dua jam saja," ujarnya.

Kepala Seksi Pemeliharaan Dinas SDA DKI Juniarto Ardiansyah mengatakan lembaganya telah membangun 990 dari target 1.000 sumur resapan tahun ini dan di lokasi yang telah dibangun sumur resapan itu telah terbukti mampu mempercepat surutnya genangan air.

"Dulu genangan bisa bertahan enam jam, sekarang tidak sampai sejam surut di lokasi yang dibangun sumur resapan," ujar Juniarto.

Menurut ahli Hidrogeolog Fatchy Muhammad, sumur resapan selain dapat menjadi solusi untuk mencegah banjir di ibu kota, juga dapat menjadi solusi untuk mengembalikan cadangan air tanah yang terus disedot.

"Air tanah yang terus disedot membuat permukaan tanah turun, yang menyebabkan Jakartabanjir," ucap Fatchy.

Ia menuturkan banjir di ibu kota sudah terjadi sejak era pendudukan Belanda tahun 1900-an. Banjir terjadi karena wilayah resapan air di kawasan selatan mulai dari Puncak, Bogor, beralih fungsi dari hutan menjadi perkebunan teh sehingga tangkapan air tanah berkurang dan permukaan tanah di ibu kota juga terkena dampak penurunan.

"Itu yang menyebabkan Jakarta mulai banjir," kata Fatchy.

Berdasarkan catatannya, Jakarta sempat bebas banjir saat era Kerajaan Padjajaran pada 1.400-an. Sebab, saat itu hutan masih terjaga dan jumlah penduduknya masih sedikit.

Adapun saat masa itu, air hujan mampu meresap hingga 73-97 persen dan yang terbuang 27-3 persen. Sekarang setelah kemerdekaan karena wilayah resapan khususnya di Puncak dibabat menjadi hunian, kondisi berbalik.

Saat ini, air hujan hanya bisa terserap antara 3-27 persen, sedangkan 73-97 persen terbuang. Padahal konsep utama yang harus dibangun DKI untuk mencegah banjir, adalah memaksimalkan resapan air.

"Bukan secepatnya air dibuang. Itu bukan solusi," kata Fatchy menambahkan

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement