REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku usaha pusat perbelanjaan (mal) menolak Peraturan Daerah (Perda) No 2 Tahun 2018 tentang Perpasaran soal penyediaan ruang usaha sebesar 20 persen secara gratis untuk pelaku UMKM di pusat perbelanjaan (mal). Kebijakan tersebut dianggap merugikan pelaku usaha pengelola mal.
"Hippindo menolak jika ruang usaha sebesar 20 persen tersebut diberikan secara gratis," ujar Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjo Iduansjah di Jakarta, Selasa.
Menurut Budiharjo, tidak semua UMKM bisa masuk dalam kelas premium. Itu artinya, mal dengan target konsumen kelas atas tak mungkin diisi dengan UMKM yang menawarkan produk seperti yang dijajakan pedagang kaki lima.
Di lain sisi, menurut Budiharjo, hal itu masih dimungkinkan bila UMKM tersebut menjual produk yang memang sesuai dengan kelas atau konsumen di suatu pusat perbelanjaan. Maka itu, pihaknya meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengkaji kembali Perda itu.
"Diharapkan Pemprov melakukan review. Sebenarnya kami juga sudah memenuhi 80 persen produk lokal, di antaranya UMKM seperti yang disyaratkan oleh Kementerian Perdagangan," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan juga menyatakan sikapnya menolak Perda No 2 Tahun 2018 itu. Ia menegaskan bahwa pengelola mal tak mungkin menanggung biaya 20 persen ruang usaha yang diberikan secara gratis untuk UMKM.
Selama ini, menurut Stefanus, para pengelola mal telah menjalin kemitraan dengan UMKM. Ada 42.828 tenant UMKM di 45 mal dari total 85 mal di Jakarta.
"Sebanyak 762 kios UMKM sudah beroperasi di kantin-kantin karyawan mal," katanya.
Selain itu, menurut Stefanus, anggota-anggota APPBI di Jakarta juga rutin menggelar pameran UMKM. Setidaknya, ada 1.712 kali pameran UMKM dalam setahun.
"Itu menunjukkan bahwa APPBI telah berpihak pada UMKM dan mendukung pengembangan industri UMKM," ujarnya.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Real Estat Indonesia DKI Jakarta Amran Nukman mengatakan, aturan 20 persen lahan gratis untuk UMKM di mal terlalu besar. Kebijakan itu dianggapnya sangat memberatkan pengelola.
"Dua puluh persen itu kan seperlima luas mal. Bisnis mal kan sewakan tempat, jadi income mal untuk kembalikan investasi yang dulu bakal lebih panjang lagi," katanya.