REPUBLIKA.CO.ID,TANGERANG SELATAN —Sejumlah warga Puri Intan RT 04 RW 17 Ciputat Timur, Tangerang Selatan (Tangsel) menolak eksekusi lahan oleh pihak UIN Jakarta. Warga mengatakan sampai saat ini belum ada niatan dari pihak UIN Jakarta bernegosiasi langsung dengan warga.
Diketahui pihak UIN Jakarta akan segera melakukan pemerataan pemukiman tersebut pada Kamis (12/12). Hal itu dimaksudkan untuk perluasan wilayah Kampus UIN Jakarta.
Salah satu warga, Damaria Listya mengatakan sampai saat ini belum ada niatan dari pihak UIN melakukan negosiasi dengan warga. Padahal jika negosiasi dilakukan, bisa menjadi titik temu bagi klaim masing-masing kepemilikan tanah.
“Kita berharap kepada pihak UIN untuk tidak arogan. Mau membuka diri dengan kami. Kami setuju lahan itu dipergunakan untuk perluasan tapi kami bicara dulu mencari solusi terbaik,” ucapnya saat dihubungi, Selasa (10/12).
Sebelumnya, warga telah mendapatkan surat eksekusi dari kejaksaan sebanyak tiga kali kepada tujuh Kepala Keluarga (KK). Namun eksekusi tersebut dapat berdampak bagi 255 KK sekitar permukiman.
Warga kemudian melaporkan eksekusi pemukiman ke DPRD Kota Tangsel untuk mendorong penundaan eksekusi ini. “Eksekusi tidak boleh terjadi sampai ada mufakat,” jelas Damaria.
Menanggapi laporan warga, DPRD Kota Tangsel melalui Sekretaris fraksi PSI, Aji Bromo Kusuma mengatakan pihaknya akan segera menyurati pihak UIN Jakarta. Dirinya mengatakan akan menunda eksekusi permukiman dan mencari titik terang.
“Kami akan menyampaikan laporan warga dengan memberikan surat kepada pihak UIN,” ucapnya.
Sementara itu, pihak UIN Jakarta belum memberikan keterangan resmi atas adanya penolakan warga terhadap proses eksekusi nanti. Beberapa pihak yang dihubungi mengatakan, akan berdiskusi terlebih dahulu dengan kuasa hukum guna memastikan pelaksanaan eksekusi tanggal 12 Desember 2019.
”Besok saat eksekusi, nanti bisa wawancara langsung dengan tim tanah Kemenag," jelas Humas UIN Jakarta, Samsudin.
Informasi yang diketahui, rumah-rumah warga di sana berdiri di atas lahan seluas sekitar enam ribu meter. Mereka tinggal di sana turun-menurun sejak tahun 1978. Bahkan mereka lengkap memiliki surat-surat rumah hingga surat tagihan listrik, Pajak Bumi Bangunan (PBB) atas nama pemilik.