Senin 09 Dec 2019 21:45 WIB

Hakim MK Ingatkan KPK tak Perlu Diwakili 39 Kuasa Hukum

Hakim MK mengingatkan KPK tak perlu diwakili hingga 39 kuasa hukum.

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra (kiri) menyimak penjelasan anggota Majelis Hakim (MK) I Dewa Gede Palguna (kanan) dalam sidang pendahuluan permohonan terkait batas usia calon kepala daerah di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (16/10/2019). Sidang tersebut menguji Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra (kiri) menyimak penjelasan anggota Majelis Hakim (MK) I Dewa Gede Palguna (kanan) dalam sidang pendahuluan permohonan terkait batas usia calon kepala daerah di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (16/10/2019). Sidang tersebut menguji Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Konstitusi Saldi Isra mengingatkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta sejumlah pegiat antikorupsi yang menggugat UU Nomor 19 Tahun 2019 tidak perlu hingga diwakili sebanyak 39 kuasa hukum.

"Soal kuasa hukum, tidak perlu sebanyak ini kuasa hukumnya karena yang paling penting itu kan kehadirannya," ujar Saldi Isra dalam sidang pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (9/12).

Baca Juga

Pemohon diberinya nasihat agar mengutamakan kualitas daripada kuantitas dan memilih kuasa hukum yang benar-benar dapat mendedikasikan waktu untuk mewakili selama persidangan. Selain kuasa hukum, jumlah pemohon pun disebutnya lebih sedikit lebih baik asal kerugian konstitusionalnya dapat dijelaskan dengan baik. Sementara pemohon berjumlah 13 orang, termasuk tiga pimpinan KPK.

"Tugas terberat kuasa hukum adalah sebetulnya soal legal standing. Tidak disadari semakin banyak mengikutkan pemohon, semakin banyak pekerjaan kuasa hukum menjelaskan legal standing orang-orang yang menjadi prinsipal," tutur Saldi Isra.

Tiga pimpinan KPK serta 10 pegiat antikorupsi mengajukan uji formil terhadap UU Nomor 19 Tahun 2019 ke Mahkamah Konstitusi. Pemohon mempertanyakan keabsahan secara prosedural pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut lantaran tidak sesuai dengan asas pembentukan perundang-undangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.

Pemohon juga menyoal tidak dilibatkan dalam pembahasan revisi UU KPK karena pemerintah hanya diwakili Menteri Hukum dan HAM serta Menteri PAN-RB dalam pembahasan dengan DPR. Untuk itu, pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum yang mengikat.

Selain itu, juga menyatakan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, mengalami cacat formil dan cacat prosedural sehingga tidak dapat diberlakukan dan batal demi hukum.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement