Selasa 10 Dec 2019 07:37 WIB

Pemprov tak Persoalkan Rangkap Jabatan

Dinkes sebut posisi Haryadi hanya sebagai profesional, bukan sebagai PNS.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak mempersoalkan ditemukannya salah seorang anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), Ahmad Hariyadi, yang juga merangkap menjadi dewan pengawas (dewas) di tujuh rumah sakit umum daerah (RSUD).

Plt (Pelaksana Tugas) Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, Suharti, mengatakan, Dewan Pengawas RSUD bertugas mengawasi, dan salah satu tugas TGUPP adalah pengawasan dan evaluasi.

"Dewan pengawas kan konteksnya masih pengawasan, berarti dia juga menjalankan tugas sebagai TGUPP yang juga mengawasi," kata Suharti kepada wartawan di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (9/12).

Dengan demikian, Suharti menampik bila ada konflik kepentingan ketika Ahmad Haryadi yang diketahui selain sebagai anggota TGUPP juga sebagai dewas di tujuh RSUD. Lagi pula, Suharti menjelaskan, salah satu tugas yang diamanahkan pda Ahmad Haryadi adalah pembentukan dan pengawasan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

"Jadi, konteksnya (yang bersangkutan) bukan sebagai pengelola, tapi sama-sama di fungsi sebagai pengawasan," ujar dia.

Jadi, ia memastikan sebagai Dewas RSUD juga tidak mengganggu tugasnya sebagai TGUPP. Karena, menurut dia, dua jabatan ini sejalan, yaitu sama-sama sebagai pengawasan sehingga tidak ada yang mengganggu dua jabatan atau kerjaannya.

Terkait soal gaji yang bersangkutan, informasinya beliau mendapatkan dua kali gaji. Namun, Suharti mengatakan, sebagai TGUPP, yang bersangkutan sudah digaji, tetapi sebagai Dewas RSUD tidak digaji dari APBD karena dibayar berdasarkan iuran ke komisaris di tujuh RSUD.

Wakil Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Khafifah Any membenarkan Ahmad Hariyadi merupakan anggota TGUPP dan salah satu anggota dewan pengawas di tujuh RSUD di DKI.

Dalam Pergub 226/2016 tentang Dewan Pengawas untuk RSUD tertuang bahwa satu tim Dewan Pengawas RSUD terdiri atas lima anggota dari profesional, asosiasi kesehatan, pemilik RS, dan tokoh masyarakat.

Dalam pembahasan anggaran RAPBD 2020, ditemukan dana yang dianggarkan untuk Dewan Pengawas RSUD Koja sejumlah Rp 211 juta untuk satu tim dewan pengawas dalam satu tahun dan dimasukkan dalam Anggaran BLUD RS Koja.

Khofifah juga menjelaskan, posisi Ahmad Haryadi dalam Dewas RSUD bukan sebagai PNS, melainkan sebagai profesional. Dengan status itu, kata Khofifah, Dewan Pengawas Rumah Sakit termasuk Haryadi digaji dengan dana BLUD rumah sakit. "Dia bukan PNS, pensiunan, profesional," ujar Khofifah.

Sebelumnya, Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta mempertanyakan adanya salah seorang jabatan TGUPP yang merangkap jabatan sebagai dewas di tujuh RSUD. Hal itu terungkap saat Rapat Komisi Pendalaman RAPBD di Komisi E bersama Dinas Kesehatan DKI Jakarta.

Ketua Komisi E DPRD DKI Iman Satria mengatakan, segera memanggil anggota anggota TGUPP Achmad Hariyadi yang menjadi dewan pengawas di tujuh RSUD di Provinsi DKI Jakarta.

Menurut Iman, TGUPP yang saat ini digunakan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dibiayai oleh APBD sehingga seharusnya tidak memungkinkan jika satu orang yang sudah menjadi anggota TGUPP merangkap jabatan lain di pemerintahan.

"Kalau ini harusnya enggak boleh, saya yakin enggak boleh," kata Iman.

Iman mengkhawatirkan kalau anggota TGUPP juga sebagai Dewan Pengawas RSUD, membuat pekerjaannya akan tumpang-tindih. Jadi, dilihat bukan hanya dari sisi hukum, tapi sisi efektivitasnya juga. Sebab, kata dia, kalau akhirnya pekerjaan dewas ini justru terlalu banyak dan tidak efektif, lebih baik kita anjurkan dilepas salah satu.

Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Merry Hotma, mempertanyakan kembali sebenarnya apa fungsinya TGUPP ini. Sebab, ia merujuk tugas TGUPP itu dalam nomenklaturnya juga tidak jelas.

Apalagi, ketika TGUPP masuk dalam subpemerintahan, seperti dewas atau jabatan lain, ini semakin membuat kehadiran TGUPP semakin tidak jelas. "Karena itu, dari sisi penggunaan anggaran, sangat tidak efektif," kata Merry.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement