REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Kordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tak mempersoalkan mantan terpidana korupsi maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Kata dia, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 2015 membolehkan seorang mantan narapidana korupsi menjadi peserta untuk dipilih dalam pesta demokrasi di tingkat daerah.
Mahfud, pun tak mau menyalahkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang mengharamkan mantan terpidana korupsi ikut Pilkda. “Memang putusan MK-nya seperti itu,” ujar Mahfud saat dijumpai di Hari Antikorupsi Sedunia (Harkodia) 2019 di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan (Jaksel), Senin (9/12). Kata Mahfud, bukan PKPU-nya yang salah.'
Karena menurutnya, pernah ada putusan MK yang juga tak melarang para mantan terpidana ikut Pilkada. PKPU hanya aturan yang mengikuti apa yang sudah diputuskan oleh MK. Sebab itu, yang semestinya patut dipersoalkan, menurut Mahfud, adalah putusan MK-nya. “Kalau mau menggugat, ya putusan MK. Jangan PKPU-nya,” kata Mahfud.
KPU, mengeluarkan PKPU 18/2019. Isinya tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati, wakil bupati, dan walikota serta wakil walikota. PKPU tersebut sah diundangkan pada 6 Desember 2019. Dalam aturan tersebut, KPU tak melarang para mantan terpidana korupsi mengikuti kontestasi Pilkda 2020.
Yang dilarang dalam aturan tersebut, hanya mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak, dan narkotika. Namun, dalam PKPU tersebut, KPU menebalkan agar partai-partai politik peserta Pilkada 2020, tak mengusung calon kepala daerah yang pernah mendekam di penjara karena masalah korupsi.