REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Skandal demi skandal terus muncul di perusahaan pelat merah (BUMN) Garuda Indonesia Tbk. Tak mau membiarkan skandal-skandal serupa muncul lagi, Menteri BUMN Erick Thohir pun melakukan langkah taktis, tegas, dan berwibawa.
Perombakan direksi Garuda menjadi salah satu langkah taktis Menteri BUMN. Perombakan dinilai dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja maskapai pelat merah tersebut. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diharapkan dapat memilih direksi yang bisa meningkatkan pelayanan Garuda terhadap konsumen.
Dewan Komisaris Garuda dan Menteri BUMN Erick Thohir telah memberhentikan beberapa anggota direksi Garuda, akhir pekan lalu. Pemberhentian ini merupakan tindak lanjut atas adanya penyelundupan sepeda motor Harley Davidson dan sepeda Brompton dalam pesawat baru yang didatangkan Garuda.
Pengamat penerbangan yang juga Presiden Direktur Aviatory Indonesia Zina Narendra Arifin mengatakan, pemerintah harus mencari sosok direksi Garuda Indonesia yang memahami lingkup industri pelayanan. Menurut dia, perbaikan layanan menjadi hal krusial karena Garuda merupakan maskapai milik negara dan perusahaan terbuka.
“Apakah direktur Garuda harus punya latar belakang penerbangan? Tentu tidak, tapi memahami mengenai lingkup industri pelayanan. Kalau sudah paham service industry, paling tidak sudah memiliki fondasi yang kuat,” ujarnya, Ahad (8/12).
Menurut dia, Garuda dalam beberapa waktu terakhir telah melakukan perubahan model bisnis cukup signifikan. Namun, inovasi tersebut belum mampu membuahkan hasil positif, hingga menurunkan penjualan tiket, minat konsumen, dan sisi pelayanan. Akibatnya, kinerja keuangan Garuda menurun.
“Faktor global juga jadi penyebab. Banyak sekali maskapai negara yang lagi susah, biaya operasional naik. Ini karena kompetisi juga," katanya.
Ziva cukup yakin kinerja Garuda Indonesia membaik apabila pemerintah selaku pemegang saham mampu melakukan perombakan direksi. Dia pun menilai para menteri di kabinet baru Presiden Joko Widodo mampu bertindak cepat dan tegas.
Terkait kasus penyelundupan, ia menilai masalah ini menjadi kesempatan bagi Kementerian BUMN untuk benar-benar mengkaji dan memilih sosok tepat sebagai direktur utama Garuda.
"Karena beberapa pengangkatan terakhir, ujungnya tidak enak, khususnya periode terakhir. Bahkan, ada beberapa kasus yang sampai ke meja hijau," kata Ziva.
Kendati demikian, Ziva yakin kasus penyelundupan tidak akan mengganggu operasional Garuda Indonesia. Sebab, hal tersebut sudah diatur dalam prosedur operasi standar atau SOP perusahaan.
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman menilai perombakan direksi bisa menjadi ujung tombak dalam memperbaiki kinerja Garuda. “Kalau menurut Menteri BUMN memang butuh diubah direksinya karena keterlibatan atau kelalaian dalam mencegah abuse of power dari dirut yang sekarang diberhentikan, ya, ini langkah yang positif,” ucapnya.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno berpendapat, Garuda membutuhkan orang-orang yang memiliki lintas kompetensi atau keahlian serta mau belajar segala hal. Artinya, kata dia, sosok pemimpin direksi yang ahli dalam kompetensi finansial mau belajar hal-hal teknis penerbangan, begitu pula mereka yang jago dalam hal teknis, mau belajar finansial dan bisnis penerbangan.
Sosok pemimpin dengan potensi lintas keahlian dan mau belajar segala hal tersebut sangat diperlukan oleh Garuda agar dapat bertahan di tengah persaingan bisnis penerbangan nasional maupun internasional yang kian ketat.
"Namun, jangan lupakan aspek pelayanan. Yang namanya sektor transportasi itu bicara pelayanan dan juga keselamatan. Makanya, kalau orang sudah bicara pelayanannya bagus maka otomatis keselamatannya juga terjamin," ujar Djoko.
BACA JUGA: Ada Ferrari Merah di Lambung Garuda, Ini Penjelasannya